PARAMETER_PARAMETER KEY PERFORMANCE INDICATOR CDMA
Indicator # 1 : Acces Failure Rate
* Mobile Origination Failure Rate ( Harga rata-rata kesalahan proses pembangunan hubungan ) didefinisikan sebagai jumlah kesalahan atau kegagalan hubungan dibagi dengan jumlah total proses pembangunan hubungan yang berhasil.
- Mobile Originations are Mobile-to-Land (MTOL) calls
- Jika nilainya kurang dari 5 % sudah cukup wajar atau bisa diterima
- Jika nilainya kurang dari 2 % termasuk sudah bagus
*Mobile Termination Failure rate ( Harga rata-rata kesalahan proses pemutusan hubungan) didefinisikan sebagai jumlah kegagalan pemutusan hubungan dibagi dengan jumlah total proses pemutusan hubungan yang berhasil. Dimana atau parameter-parameternya sama dengan Mobile Origination Failure Rate jika nilainya kuran dari 2 % sudah dianggap sangat baik.
Indicator # 2 : Drop Call Rate
* Dropped Call bisa didefenisikan sebagai kejadian dimana ada kanal trafik yang dilepaskan atau direlease oleh base station atau mobile station lain tanpa ijin atau persetujuan dengan mobile station yang lain.
* Dropped Call Rate didefinisikan sebagai jumlah total dropped call dibagi dengan total panggilan yang berhasil yang diukur dalam periode waktu tertentu.
* Unjuk kerja tau performansinya jika sudah kurang dari 2 % sudah dianngap baik.
Indicator # 3 : FER (Frame Error Rate)
* Frame Error didefinisikan sebagai frame yang diterima oleh MS/BS dengan membawa bit-bit error( karena kesalahan CRC check) atau karena frame tersebut mengalami pengkikisan atau penghapusan/erasure biasanya karena frame tersebut tidak cukup bagus kualitasnya untuk mencapai frame rata yang sudah ditentukan nilainya.
* FER secara normal hanya diukur dengan menghitung frame full rate yang error dibagi dengan jumlah Full rate frame.
* FER harus diukur selama periode panggilan khusus (typical) sekitar 100-120 detik.
* Biasanya target yang diharapkan untuk komunikasi suara FERnya harus kurang dari 1 %.
* FER
- Pada kanal forward terukur pada handset
- Pada kanal reverse terukur pada base station
- FER dapat dikatakan sebagai kesimpulan dari seluruh kualitas panggilan yang sangat valid.
* FER bisa dikatakan sebagai hasil akhir dari keseluruhan tes pada link atau jalur tranmisi.
- Jika FER bernilai atau dianggap bagus dalam arti nominal FER rendah maka permasalahan-permaslahan yang lain dalam sisi transmisi dapat dianggap tidak terlalu berpengaruh.
- Jika FER jelek maka ini merupakan masalah besar
Indicator # 4 : Rata-rata waktu setup panggilan
* Pendefinisian Waktu Call Setup :
- Untuk Mobile Origination (pembangunan hubungan) waktu call setup bisa didefinisikan sebagai waktu start mulainya suatu bentuk hubungan panggilan ( sebagai contoh mulainya pembangunan hubungan kanal akses) hingga panggilan memasuki tahap voice ( contohnya ketika service connect message diterima)
- Untuk Mobile Termination Call( pemutusan hubungan ) call setup time dapat diartikan dalam berbagai persepsi atau pandangan tergantung pada sumber informasi yang digunakan. Sebagai contoh jika mobile log digunakan, call setup bisa diartikan sebagai start atau mulainya ketika mobile mengirim page response message hingga service connect message diterima.
* Jika BS logs tersedia, waktu call setup bisa diukur dari page message dikirimkan hingga service connect message diterima oleh MS.
* Rata-rata waktu setup panggilan biasanya terkait dengan inerface udara dan jaringan yang digunakan.
* Waktu setup tidak termasuk waktu yang digunakan ketika mobile station men scan untuk penerimaan sinyal pilot.
Indicator # 5 : SHO (soft handoff) Persentasi
* Soft Handoff % dapat dijelaskan sebagai persentase waktu yang digunakan ketika panggilan dalam keadaan atau sedang dalam keadaan soft handoff.
* Parameter ini tidak selalu dibuat spesifikasinya akan tetapi parameter ini mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kapasitas dan mempunyai keterkaitan yang erat dengan biaya dan QoS (Quality of Services)
* Soft handoff persentase mempunyai typical yang berniali 33 %, meskipun persentase ini bisa bervariasi karena perbedaan topologi dan beban atau loss (rugi-rugi)
* Persentase soft handoff dapat dispesifikasikan secara lebih lanjut karena adanya soft dan softer handoff tau juga persentase soft handoff ini bisa dispesifikasikan lagi karena adanya 2-way, 3-way, 4-way handoff dan seterusnya.
Indicator # 6 : Daya (Power) yang diterima di Handset
* Daya terima di MS
- biasanya diexpresikan dengan dBm
- Pengukuran diperoleh dari handset intermediate Frekuensi (IF) Automatic Gain Control (AGC) voltage
- broadband, Pengukuran yang tidak cerdas karena diperoleh dengan menghitung semua radio frekuensi (RF) yang terdapat dalam bandwith sinyal carrier tanpa memperhatikan sumber datangnya sinyal RF tersebut, tidak hanya RF dari BTS.
*Daya yang diterima merupakan parameter penting akan tetapi nilainya yang pasti tidak terlalu diperhatikan.
_ Terlalu banyak daya sinyal yang diterima (-35 dBm atau lebih tinggi) dapat menyebabkan amplifier pada telephone yang pertama kali menerima daya tersebut akan kelebihan beban, karena amplifier ini sangat sensitive hal ini dapat menyebabkan intermod dan perusakan kode pada sinyal cdma yang diterima.
- Terlalu kecil sinyal yang diterima (-105 atau lebih kecil) dapat meninggalkan terlalu banyak noise pada sinyal setelah dilakukan proses penyebaran (de-spreading) yang akan mengakibatkan kesalahan symbol, bit error, FER yang buruk dan masalah lainnya.
Indicator # 7 : Ec/Io – Apakah arti sesungguhnya?
* Mengapa kita tidak dapat menggunakan level daya yang diterima oleh hand set untuk memandu handoff?
* Karena pada pengukuran level daya yang diterima oleh handset itu hanya merupakan pengukuran yang sederhana, karena total daya semua sector BTS dapat menjangkau MS
* Kita memerlukan cara untuk mengukur kyat daya sinyal untuk masing-masing sector secara sendiri-sendiri (individually) dan kita harus bisa mengukur kyat sinyal tersebut secara cepat dan sederhana
* Solusinya hádala dengan menggunakan masing-masing sinyal pilot tiap sector (kode walsh 0) sebagai sinyal test untuk memandu handoff.
- Pada MS jika ada sinyal pilot pada sector tertentu yang sangat kuat dan bersih dari noise hal itu juga menandakan atau berarti kita dapat mendengar adanya kanal traffic pada sector tersebut, sehingga memungkinkan terjadinya handoff (ide yang bagus).
- akan tetapi jira sinyal pilot pada sector tertentu terlalu lemah maka hal ini akan mengakibatkan kita tidak dapat atau tidak menguntungkan jika menggunakan kanal traffic pada sector tersebut.
* Bagaimana Ec/Io dapat bervariasi dengan beban traffic yang ada
-Karena masing-masing sector mengirimkan jumlah daya sinyal tertentu dalam hal ini yang paling diperhitungkan ádalah daya pada kanal pilot, sedangkan daya pada sector tersebut merupakan penjumlahan atau kumpulan dari daya kanal-kanal yang lain seperti sinkronisasi dan paging serta tentu saja daya kanal traffik yang digunakan pada saat itu.
- Ec/Io merupakan ratio dari daya kanal pilot terhadap total daya pada kanal kanal yang lain (pilot + sinc + paging _ traffic). Pada suatu sector ketika nobody talking, Ec/Io mempunyai jumlah daya yang khas (typically) sekitar 50 % atau -3 dB. Pada suatu sector ketika kanal traffic penuh atau maksimal, Ec/Io mempunyai jumlah daya yang khas (typically) sekitar 20 % atau -7 dB
* Bagaimana Ec/Io bervariasi dengan lingkungan radio frekuensi (RF)
- Pada keadaan yang bersih istilah yang umum untuk situasi dimana ada satu sector yang dominan dan mengakibatkan mobile station dapat menikmati kyat sinyal Ec/Io sebaik atau sama pada saat pertama kali dikirimkan dari BTS.
- Pada keadaan pilot pollution, istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi dimana terlalu banyak sector yang overlap dan mengakibatkan MS bisa mendengarkan sayur soup atau campuran dari berbagai sinyal dari BTS-BTS karena tidak ada yang dominant.
- Io ádalah jumlah atau penjumlahan kumpulan semua daya sinyal yang menjangkau MS.
- Ec ádalah kuat daya sinyal PILOT pada satu sector “single”
- Io yang besar menyebabkan atau berpengaruh terhadap Ec yang kecil, Ec/Io menjadi rendah.
Indicator # 8 : Handset Transmitter Power ( daya yang dikirimkan oleh MS)
* TXPO (Handset Transmit Power)
- TXPO merupakan ukuran daya yang sebenarnya dari daya RF yang keluar pada pengirim oleh MS, termasuk hasil dari efek kombinasi open loop power control dari penerima AGC dan close loop power control dari BTS.
- TXPO tidak dapat melebihi daya maksimum yang dapat dikirim oleh MS ( Typically +23 dbm)
TXPO = -(RXdbm) – C + TXGA
C = +73 untuk sistem 800 MHZ
= +76 untuk sistem 1900 MHZ
* Berapakah dan bagaimanakah level daya TX yang tepat .? Apasaja yang diinginkan BTS harus dipenuhi.
- selama close loop power control bekerja dengan baik, level daya yang dikirimkan oleh MS tidak terlalu berpengaruh dalam transmisi agar tranmisi berjalan dengan baik, lakukan saja apa yang diinginkan BTS dalam sistem tersebut.
- Bagaimanapun juga jika BTS pernah meminta lepada MS untuk melakukan pengurangan atau penambahan level daya yang dikirimkan maka dapat diperkirakan bahwa ada sesuatu masalah ( mungkin daya lebih rendah dari -60 dbm atau lebih tinggi dari +23 dbm)
Indicador # 9 : Transmit Gain Adjust (Pengaturan Gain pengirim)
* Apakah yang dimaksud closed loop Transmit Gain Adjust (TXGA) ?
- Perbaikan daya oleh base station dengan cara menanyakan MS untuk melakukannya pada waktu itu juga.
- Pada permulaan panggilan sebelum bit power control mulai bekerja TXGA bernilai nol. Kemudian setelah power control mulai bekerja TXGA akan bernilai 800 per detik.
- Selama panggilan berlangsung TXGA adalah jumlah total bit power control yang diterima selama proses panggilan tersebut.
- Tiap bit power control menanyakan atau bekerja sebesar 1 db perbaikan daya naik maupun turun.
- masing-masing bit power control bekerja berdasarkan pada keputusan terakhir BTS apakah dayanya MS terlalu kuat atau terlalu lemah dengan demikian tidak ada nilai cumulative dari error (kekurang tepatan) ketika masing-masing keputusan BTS tersebut selalu terbaru atau fresh.
TXPO = -(RXdbm) – C + TXGA
C = +73 untuk sistem 800 MHZ
= +76 untuk sistem 1900 MHZ
Agustus 03, 2008
Rake Receiver Untuk Peningkatan Performansi
Karena adanya multipath maka akan diperoleh tambahan noise pada
system apabila delay spread lebih besar dari waktu chip. Peningkatan
performansi dapat dilakukan apabila lintasan-lintasan yang tiba pada
penerima dapat dideteksi secara terpisah dan kemudian digabungkan secara
koheren (disamakan phasanya). Penerima seperti ini disebut sebagai rake
receiver.
Cara kerja rake receiver akan ditunjukkan oleh gambar dibawah ini. Misalkan sinyal yang sampai pada mobile station 1, diinisialkan z(t) yang merupakan penjumlahan dari N lintasan sinyal. Untuk lintasan 2 perkalian z(t) dengan ci(t-x2), kemudian integrasi dimulai pada x2, selama Tb detik yang akan menghasilkan respon untuk lintasan 2. Hal yang sama dilakukan untuk semua lintasan kemudian respon semua lintasan dijumlahkan setelah fasanya disamakan. Rake receiver ini akan menghasilkan sinyal yang lebih kuat untuk proses demodulasi
Cara kerja rake receiver akan ditunjukkan oleh gambar dibawah ini. Misalkan sinyal yang sampai pada mobile station 1, diinisialkan z(t) yang merupakan penjumlahan dari N lintasan sinyal. Untuk lintasan 2 perkalian z(t) dengan ci(t-x2), kemudian integrasi dimulai pada x2, selama Tb detik yang akan menghasilkan respon untuk lintasan 2. Hal yang sama dilakukan untuk semua lintasan kemudian respon semua lintasan dijumlahkan setelah fasanya disamakan. Rake receiver ini akan menghasilkan sinyal yang lebih kuat untuk proses demodulasi
Juli 25, 2008
Analisis Lintasan Sinyal
Dalam mendisain sistem komunikasi digital wireless, sangat penting
untuk memahami karakteristik kondisi lintasan propagasi sinyal.
Rugi-rugi lintasan dapat sangat besar dikarenakan adanya pengaruh dari
tinggi antena terminal yang rendah, banyaknya halangan pada kondisi
lingkungan sekitar yang banyak pepohonan atau bangunan-bangunan seperti
di kota besar. Oleh karena itu kondisi Line of Sight (LOS) sangat kecil
atau jarang sekali kemungkinannya untuk terjadi.
Propagasi Gelombang Pada Sistem Komunikasi Radio
Macam propagasi gelombang yang dipilih dipengaruhi oleh frekuensi radio (RF) dan sistem komunikasi radio yang digunakan. Jika dilihat dari frekuensi radio yang digunakan, maka propagasi gelombang yang umum digunakan adalah sebagai berikut.
o Gelombang permukaan, merambat “relatif dekat” dengan permukaan bumi jika dibandingkan terhadap panjang gelombangnya, contohnya pada band frekuensi LF ke bawah.
o Gelombang ruang (merupakan resultante antara gelombang langsung dan gelombang pantul), merambat “relatif jauh” dengan permukaan bumi jika dibandingkan terhadap panjang gelombangnya, contohnya pada Frekuensi Radio > 1GHz, yang juga dikenal sebagai gelombang “mikro”.
o Gelombang langit (merupakan gelombang ruang yang dipancarkan ke langit), contoh pada band frekuensi HF dan pada frekuensi > 250MHz.
Propagasi Pada Gelombang Langsung
Lintasan gelombang langsung merupakan lintasan bebas pandang (Line of Sight space propagation). Hubungan antara daya pancar dan daya terima telah diturunkan oleh Friis dalam suatu fomula Friis Free Space Propagation Formula, sebagai berikut :
Sinyal informasi dipancarkan oleh antena pada stasiun radio. Pemancar ke udara berupa gelombang elektromagnetik, kemudian di stasiun radio penerima diterima oleh antena penerima. Pada pemodelan Friis semua kondisi di stasiun pemancar, stasiun penerima dan kanal radio di udara diasumsikan berada pada kondisi ideal.
Pemodelan Friis ini digunakan untuk menentukan besarnya pengaruh ruang bebas terhadap propagasi gelombang. Mula-mula diasumsikan antena di stasiun pemancar dan stasiun penerima berupa antena model, antena isotropis, berupa antena titik, dimana pola radiasinya berupa bola.
Gambar Sistem Transmisi Radio Ideal, pada Model Friis Transmission
Pada model sistem transmisi radio ideal di atas, rapat daya yang diterima di antenna isotropis penerima :
Jika antena di stasiun pemancar dan stasiun penerima diganti dengan antena real, misalnya antena dipole, antena yagi atau antena lainnya. Sedangkan saluran transmisi diasumsikan lossless, dengan :
EIRP = PTX.GTx watt
maka rapat daya di antena penerima
Sedangkan receiver signal level, RSL adalah :
RSL = PD . Aeff
Dimana Aeff adalah luas efektif antena adalah :
Aeff = η . AGeometri
Dimana AGeometri adalah luas geometri dari antena, sedangkan hubungan antara gain antena dan luas efektif antena Aeff adalah sebagai berikut :
Sedangkan rasio antara RSL terhadap daya pancar PTx, adalah :
Dari persamaan di atas terlihat bahwa rasio tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh GTx dan GRx, tetapi juga oleh suatu parameter yang merupakan 1/Lfs. Jadi Lfs merupakan rugi-rugi ruang bebas yang dialami oleh pancaran gelombang elektromagnetik, yaitu :
Propagasi Pada Gelombang Pantul
a = koefisien refleksi
θ1, θ2 = sudut pantul gelombang
Dimana, harga koefisien refleksi tergantung dari polarisasi gelombang pantulnya.
Polarisasi Horizontal
Polarisasi Vertikal
Dimana :
εc = konstanta dielektrik medium
εr = permitivitas medium
σ = konduktivitas dielektrik medium
λ = panjang gelombang
θ1 = θ2 = sudut datang / pantul gelombang
ah = koefisien pantul untuk gelombang dengan polarisasi horizontal
av = koefisien pantul untuk gelombang dengan polarisasi vertikal
фh = pergeseran fasa gelombang dengan polarisasi horizontal
фv = pergeseran fasa gelombang dengan polarisasi vertikal
Apabila, tinggi relatif antara MS dan BTS sangat kecil (<<) dan jarak relatif antara BTS dan MS maksimum dengan tinggi MS sangat kecil (<<). Maka sudut datang gelombang pada bidang pantul θ1 juga sangat kecil (<<). Sehingga nilai koefisien pantul -1 (a -1).
Propagasi Gelombang Pada Sistem Komunikasi Radio
Macam propagasi gelombang yang dipilih dipengaruhi oleh frekuensi radio (RF) dan sistem komunikasi radio yang digunakan. Jika dilihat dari frekuensi radio yang digunakan, maka propagasi gelombang yang umum digunakan adalah sebagai berikut.
o Gelombang permukaan, merambat “relatif dekat” dengan permukaan bumi jika dibandingkan terhadap panjang gelombangnya, contohnya pada band frekuensi LF ke bawah.
o Gelombang ruang (merupakan resultante antara gelombang langsung dan gelombang pantul), merambat “relatif jauh” dengan permukaan bumi jika dibandingkan terhadap panjang gelombangnya, contohnya pada Frekuensi Radio > 1GHz, yang juga dikenal sebagai gelombang “mikro”.
o Gelombang langit (merupakan gelombang ruang yang dipancarkan ke langit), contoh pada band frekuensi HF dan pada frekuensi > 250MHz.
Propagasi Pada Gelombang Langsung
Lintasan gelombang langsung merupakan lintasan bebas pandang (Line of Sight space propagation). Hubungan antara daya pancar dan daya terima telah diturunkan oleh Friis dalam suatu fomula Friis Free Space Propagation Formula, sebagai berikut :
Sinyal informasi dipancarkan oleh antena pada stasiun radio. Pemancar ke udara berupa gelombang elektromagnetik, kemudian di stasiun radio penerima diterima oleh antena penerima. Pada pemodelan Friis semua kondisi di stasiun pemancar, stasiun penerima dan kanal radio di udara diasumsikan berada pada kondisi ideal.
Pemodelan Friis ini digunakan untuk menentukan besarnya pengaruh ruang bebas terhadap propagasi gelombang. Mula-mula diasumsikan antena di stasiun pemancar dan stasiun penerima berupa antena model, antena isotropis, berupa antena titik, dimana pola radiasinya berupa bola.
Gambar Sistem Transmisi Radio Ideal, pada Model Friis Transmission
Pada model sistem transmisi radio ideal di atas, rapat daya yang diterima di antenna isotropis penerima :
Jika antena di stasiun pemancar dan stasiun penerima diganti dengan antena real, misalnya antena dipole, antena yagi atau antena lainnya. Sedangkan saluran transmisi diasumsikan lossless, dengan :
EIRP = PTX.GTx watt
maka rapat daya di antena penerima
Sedangkan receiver signal level, RSL adalah :
RSL = PD . Aeff
Dimana Aeff adalah luas efektif antena adalah :
Aeff = η . AGeometri
Dimana AGeometri adalah luas geometri dari antena, sedangkan hubungan antara gain antena dan luas efektif antena Aeff adalah sebagai berikut :
Sedangkan rasio antara RSL terhadap daya pancar PTx, adalah :
Dari persamaan di atas terlihat bahwa rasio tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh GTx dan GRx, tetapi juga oleh suatu parameter yang merupakan 1/Lfs. Jadi Lfs merupakan rugi-rugi ruang bebas yang dialami oleh pancaran gelombang elektromagnetik, yaitu :
Propagasi Pada Gelombang Pantul
a = koefisien refleksi
θ1, θ2 = sudut pantul gelombang
Dimana, harga koefisien refleksi tergantung dari polarisasi gelombang pantulnya.
Polarisasi Horizontal
Polarisasi Vertikal
Dimana :
εc = konstanta dielektrik medium
εr = permitivitas medium
σ = konduktivitas dielektrik medium
λ = panjang gelombang
θ1 = θ2 = sudut datang / pantul gelombang
ah = koefisien pantul untuk gelombang dengan polarisasi horizontal
av = koefisien pantul untuk gelombang dengan polarisasi vertikal
фh = pergeseran fasa gelombang dengan polarisasi horizontal
фv = pergeseran fasa gelombang dengan polarisasi vertikal
Apabila, tinggi relatif antara MS dan BTS sangat kecil (<<) dan jarak relatif antara BTS dan MS maksimum dengan tinggi MS sangat kecil (<<). Maka sudut datang gelombang pada bidang pantul θ1 juga sangat kecil (<<). Sehingga nilai koefisien pantul -1 (a -1).
Spectrum Clearence
Teknologi CDMA berbasiskan kapasitas yang sangat tergantung sekali
dengan pengaruh interferensi, dengan kata lain bahwa kapasitas CDMA
adalah interference limited (dibatasi oleh besar interferensi yang
terjadi). Sedangkan spectrum clearence merupakan topik yang sangat
penting dalam sistem CDMA. Spectrum clearence digunakan untuk mengetahui
tingkat penggunaan spektrum untuk deployment CDMA, apakah digunakan
untuk sistem yang lain. Band spektrum yang akan digunakan untuk
deployment CDMA seharusnya “clear” dari penggunaan sistem lain, sehingga
dapat meningkatkan kapasitas. Salah satu cara untuk mengetahui apakah
band spectrum frekuensi tersebut clear dari penggunaan sistem lain maka
dilakukan Drive Test langsung dengan menggunakan spectrum analyzer.
Misalnya band spectrum CDMA2000 1x ditempatkan pada spektrum frekuensi 1900 MHz, maka beberapa kanal tersebut akan ditempati oleh kanal CDMA. Hal ini dilakukan pada sel-sel di daerah core dan transition zones, terutama pada daerah core. Sel-sel di dalam transition (guard) zones dapat diidentifikasi dengan prediksi propagasi RF-nya atau pengukuran noise floor aktualnya. Spectrum Clearing dilakukan pada coverage area tergantung dari kuat sinyal transmisinya, tinggi BTS, keadaan daerah (pengaruh bangunan atau penghalang-penghalang lainnya).
Area yang perlu dilakukan “clear” harus dikontrol interferensinya terlebih dahulu, sehingga didapatkan level C/I yang diterima. Pengontrolan interferensi ini bisa dilakukan dengan penggunaan directional antenna, mengatur tinggi antena dan downtilt, pengaturan power yang tepat pada pilot dan voice kanal, atau dengan penggunaan elemen-elemen geografis (fisik) sebagai isolasi.
1.4.1 Pengukuran Background Noise
Kapasitas dan coverage dalam sistem CDMA (IS-95 dan IS-2000) merupakan fungsi dari tingkat background thermal dan man-made interference noise. Untuk kanal CDMA 1,23 MHz, background thermal noise sekitar -113 dBm. Man-made interference meliputi automobile ignition (pembakaran) noise, spurius (lancung) emission dari radio dan peralatan elektronik lainnya.
Background man-made noise berbeda-beda dari site satu ke site lainnya, tergantung dari banyaknya sumber interferensi dan kedekatannya terhadap sel. Sehingga untuk mengoptimalkan operasi setiap sel site CDMA, seperti misalnya Motorola merekomendasikan bahwa pengukuran noise floor dipertimbangkan sebagai bagian dari proses penentuan sel site sistem CDMA. Disamping itu pengukuran noise floor dapat juga digunakan untuk pengaturan parameter noise margin pada analisa link budget. Dann pengukuran noise floor juga direkomendasikan untuk digunakan dalam mengenali sumber interferensi pada in-band atau out-band, sehingga dapat dikenali sumber interferensinya dan pengaruhnya terhadap sistem CDMA untuk kemudian diambil tindakan yang tepat.
Metode Pengukuran
Interferensi adalah hal yang random di alam, dengan perubahan amplitudo dan frekuensi sepanjang waktu. Beberapa sumber interferensi adalah thermal noise, environment noise, dan noise dari sistem lainnya. Sumber out of band dapat menimbulkan interferensi melalui Intermodulasi (IM).
Untuk mengetahui besar background noise diperlukan data-data hasil pengukuran dalam suatu periode tertentu. Analisa statistik dari data yang terkumpul dapat digunakan untuk menentukan rata-rata dan fungsi distribusi komulatif dari noise floor rise. Fungsi distribusi komulatif mengindikasikan sejumlah waktu background noise meningkat melampaui batas tertentu.
Gambaran fungsional pengetesan sistem
Test measurement calibration point (cal point) adalah pada jalur masuk feedline pada antena atau port yang tidak dipakai pada multicoupler penerima. Band pass filter digunakan untuk meredam (attenuate) sinyal-sinyal di luar band (out of band). LNA (Low Noise Amplifier) digunakan untuk memperbaiki sistem noise figure dan menyediakan gain yang cukup untuk pengukuran sinyal dengan level yang sangat rendah.
Step attenuator diantara amplifier digunakan untuk membatasi gain sistem, mengurangi intermodulasi yang didapat. Kemudian keluaran dari sistem terakhir dipisah menggunakan two way splitter. Dua keluaran yang sama dari splitter digunakan sebagai masukan untuk dua spectrum analyzer. Spectrum analyzer 1 beroperasi dalam mode manual. Spectrum analyzer ini dilengkapi dengan tracking generator yang digunakan untuk kalibrasi gain sistem. Dan digunakan juga untuk membuat polt noise floor dan memeriksa sifat interferensi yang muncul di layar. Sedangkan spectrum analyzer 2 berada di bawah kontrol komputer. Hasil pengukuran yang didapat akan disimpan ke dalam disk untuk pemrosesan selanjutnya.
Kalibrasi sistem test
Gain system test dan noise figure harus diukur sebelum pengumpulan data dimulai. Gain dan noise figure yang diukur digunakan untuk membuat pengaturan (adjustment) terhadap data yang dikumpulkan selama operasi analisis data. Gain data diukur menggunakan generator tracking yang disediakan pada spectrum analyzer 1. Noise figure sistem ditentukan dengan mengukur noise floor terlebih dahulu menggunakan calibration point (input) yang diterminasi dengan 50 ohm, kemudian dilakukan pengukuran noise floor dengan calibration point yang dihubungkan dengan sumber noise yang terkalibrasi. Sehingga noise figure akan dihitung dengan rumus :
Dimana :
ENR : equivalent noise ratio dari sumber noise terkalibasi (linear ratio)
Pon : pengukuran noise floor dengan sumber noise dihubungkan ke input sistem (Watt)
Poff : pengukuran noise floor input sistem diterminasi dengan 50 ohm (Watt)
NF : noise figure sistem (dB)
Prosedur Test
Jika sistem CDMA telah dideploy dalam area dimana teknologi yang lain telah ada, ada dua metode dianjurkan. Pertama adalah melakukan “clear” semua co-channel dari sistem lain dalam band sistem CDMA. Kemungkinan kedua adalah hanya melakukan “clear” co-channel dari sel-sel yag dekat dengan sel CDMA. Sebelum pengetesan noise floor dimulai maka harus diselesaikan co-channel clearing terlebih dahulu. Karena co-channel didalam band CDMA akan muncul sebagai interferensi dalam data yang dikumpulkan.
Setelah clearing spectrum dilakukan, tes pendahuluan dilakukan tanpa menggunaan filter untuk mengidentifikasi channel-channel yang unclear, sinyal-sinyal out-of band dan spurious emission. Pengetesan ini lebih baik dilakukan pada jam sibuk dengan arah forward atau reverse, hasil pengetesan yang sudah diperoleh harus dicatat untuk dijadikan data dalam perencanaan nantinya.
Plot sistem band downlink untuk mengidentifikasi kemungkinan uncleared co-channel, sumber eksternal pada interferensi downlink, dan untuk memverifikasi isolasi Tx-Rx dengan co-located sel site lainnya.
Plot band uplink untuk mengidentifikasi receive isolation dengan co-located sel site lainnya dan untuk mengidentifikasi kemungkinan sumber-sumber interferensi pada uplink. Periksa plot dari sistem frekuensi sistem yang berdekatan (adjacent) untuk out-of band atau spurious emission dari sistem-sistem lain dalam band-band berdekatan.2
Analisa data
Analisa data berupa analisa statistikal dari data-data yang dikumpulkan melalui proses pengukuran gain sistem, noise figure dan bandwidth berguna untuk memberikan penilaian dari pengaruh background interference terhadap performansi CDMA pada setiap sel site-nya. Dengan dilakukan plot data-data tadi maka dapat ditunjukkan besar amplitudo dan frekuensi penginterferensi sebagai fungsi waktu sehingga dapat membantu untuk mengidentifikasi sumber penginterferensinya. Dari data itu maka bisa dilakukan sebuah tindakan atau metode untuk mengurangi interferensi tersebut.
Misalnya band spectrum CDMA2000 1x ditempatkan pada spektrum frekuensi 1900 MHz, maka beberapa kanal tersebut akan ditempati oleh kanal CDMA. Hal ini dilakukan pada sel-sel di daerah core dan transition zones, terutama pada daerah core. Sel-sel di dalam transition (guard) zones dapat diidentifikasi dengan prediksi propagasi RF-nya atau pengukuran noise floor aktualnya. Spectrum Clearing dilakukan pada coverage area tergantung dari kuat sinyal transmisinya, tinggi BTS, keadaan daerah (pengaruh bangunan atau penghalang-penghalang lainnya).
Area yang perlu dilakukan “clear” harus dikontrol interferensinya terlebih dahulu, sehingga didapatkan level C/I yang diterima. Pengontrolan interferensi ini bisa dilakukan dengan penggunaan directional antenna, mengatur tinggi antena dan downtilt, pengaturan power yang tepat pada pilot dan voice kanal, atau dengan penggunaan elemen-elemen geografis (fisik) sebagai isolasi.
1.4.1 Pengukuran Background Noise
Kapasitas dan coverage dalam sistem CDMA (IS-95 dan IS-2000) merupakan fungsi dari tingkat background thermal dan man-made interference noise. Untuk kanal CDMA 1,23 MHz, background thermal noise sekitar -113 dBm. Man-made interference meliputi automobile ignition (pembakaran) noise, spurius (lancung) emission dari radio dan peralatan elektronik lainnya.
Background man-made noise berbeda-beda dari site satu ke site lainnya, tergantung dari banyaknya sumber interferensi dan kedekatannya terhadap sel. Sehingga untuk mengoptimalkan operasi setiap sel site CDMA, seperti misalnya Motorola merekomendasikan bahwa pengukuran noise floor dipertimbangkan sebagai bagian dari proses penentuan sel site sistem CDMA. Disamping itu pengukuran noise floor dapat juga digunakan untuk pengaturan parameter noise margin pada analisa link budget. Dann pengukuran noise floor juga direkomendasikan untuk digunakan dalam mengenali sumber interferensi pada in-band atau out-band, sehingga dapat dikenali sumber interferensinya dan pengaruhnya terhadap sistem CDMA untuk kemudian diambil tindakan yang tepat.
Metode Pengukuran
Interferensi adalah hal yang random di alam, dengan perubahan amplitudo dan frekuensi sepanjang waktu. Beberapa sumber interferensi adalah thermal noise, environment noise, dan noise dari sistem lainnya. Sumber out of band dapat menimbulkan interferensi melalui Intermodulasi (IM).
Untuk mengetahui besar background noise diperlukan data-data hasil pengukuran dalam suatu periode tertentu. Analisa statistik dari data yang terkumpul dapat digunakan untuk menentukan rata-rata dan fungsi distribusi komulatif dari noise floor rise. Fungsi distribusi komulatif mengindikasikan sejumlah waktu background noise meningkat melampaui batas tertentu.
Gambaran fungsional pengetesan sistem
Test measurement calibration point (cal point) adalah pada jalur masuk feedline pada antena atau port yang tidak dipakai pada multicoupler penerima. Band pass filter digunakan untuk meredam (attenuate) sinyal-sinyal di luar band (out of band). LNA (Low Noise Amplifier) digunakan untuk memperbaiki sistem noise figure dan menyediakan gain yang cukup untuk pengukuran sinyal dengan level yang sangat rendah.
Step attenuator diantara amplifier digunakan untuk membatasi gain sistem, mengurangi intermodulasi yang didapat. Kemudian keluaran dari sistem terakhir dipisah menggunakan two way splitter. Dua keluaran yang sama dari splitter digunakan sebagai masukan untuk dua spectrum analyzer. Spectrum analyzer 1 beroperasi dalam mode manual. Spectrum analyzer ini dilengkapi dengan tracking generator yang digunakan untuk kalibrasi gain sistem. Dan digunakan juga untuk membuat polt noise floor dan memeriksa sifat interferensi yang muncul di layar. Sedangkan spectrum analyzer 2 berada di bawah kontrol komputer. Hasil pengukuran yang didapat akan disimpan ke dalam disk untuk pemrosesan selanjutnya.
Kalibrasi sistem test
Gain system test dan noise figure harus diukur sebelum pengumpulan data dimulai. Gain dan noise figure yang diukur digunakan untuk membuat pengaturan (adjustment) terhadap data yang dikumpulkan selama operasi analisis data. Gain data diukur menggunakan generator tracking yang disediakan pada spectrum analyzer 1. Noise figure sistem ditentukan dengan mengukur noise floor terlebih dahulu menggunakan calibration point (input) yang diterminasi dengan 50 ohm, kemudian dilakukan pengukuran noise floor dengan calibration point yang dihubungkan dengan sumber noise yang terkalibrasi. Sehingga noise figure akan dihitung dengan rumus :
Dimana :
ENR : equivalent noise ratio dari sumber noise terkalibasi (linear ratio)
Pon : pengukuran noise floor dengan sumber noise dihubungkan ke input sistem (Watt)
Poff : pengukuran noise floor input sistem diterminasi dengan 50 ohm (Watt)
NF : noise figure sistem (dB)
Prosedur Test
Jika sistem CDMA telah dideploy dalam area dimana teknologi yang lain telah ada, ada dua metode dianjurkan. Pertama adalah melakukan “clear” semua co-channel dari sistem lain dalam band sistem CDMA. Kemungkinan kedua adalah hanya melakukan “clear” co-channel dari sel-sel yag dekat dengan sel CDMA. Sebelum pengetesan noise floor dimulai maka harus diselesaikan co-channel clearing terlebih dahulu. Karena co-channel didalam band CDMA akan muncul sebagai interferensi dalam data yang dikumpulkan.
Setelah clearing spectrum dilakukan, tes pendahuluan dilakukan tanpa menggunaan filter untuk mengidentifikasi channel-channel yang unclear, sinyal-sinyal out-of band dan spurious emission. Pengetesan ini lebih baik dilakukan pada jam sibuk dengan arah forward atau reverse, hasil pengetesan yang sudah diperoleh harus dicatat untuk dijadikan data dalam perencanaan nantinya.
Plot sistem band downlink untuk mengidentifikasi kemungkinan uncleared co-channel, sumber eksternal pada interferensi downlink, dan untuk memverifikasi isolasi Tx-Rx dengan co-located sel site lainnya.
Plot band uplink untuk mengidentifikasi receive isolation dengan co-located sel site lainnya dan untuk mengidentifikasi kemungkinan sumber-sumber interferensi pada uplink. Periksa plot dari sistem frekuensi sistem yang berdekatan (adjacent) untuk out-of band atau spurious emission dari sistem-sistem lain dalam band-band berdekatan.2
Analisa data
Analisa data berupa analisa statistikal dari data-data yang dikumpulkan melalui proses pengukuran gain sistem, noise figure dan bandwidth berguna untuk memberikan penilaian dari pengaruh background interference terhadap performansi CDMA pada setiap sel site-nya. Dengan dilakukan plot data-data tadi maka dapat ditunjukkan besar amplitudo dan frekuensi penginterferensi sebagai fungsi waktu sehingga dapat membantu untuk mengidentifikasi sumber penginterferensinya. Dari data itu maka bisa dilakukan sebuah tindakan atau metode untuk mengurangi interferensi tersebut.
Standar untuk W-LAN
Wireless LAN dikembangkan oleh para pionir akar rumput pada tahun
1985 ketika regulator telekomunikasi Amerika Serikat, FCC, mengizinkan
“sekerat” radio/frekuency spectrum untuk keperluan eksperimental.
Berbagai penelitian dilakukan di laboratorium utama untuk membangun
jaringan nirkabel yang menghubungkan berbagai macam peralatan dari
komputer, mesin kas register, dan lain-lain.
Tahun 1997 lahir standar pertama, yang masih prematur dan dikenal dengan IEEE 802.11b atau disebut sebagai wireless fidelity (Wi-Fi). Standar untuk W-LAN ini beroperasi pada spektrum frekuensi 2,4 GHz. Karena pola operasinya terbatas pada spot tertentu, maka layanan ini mempunyai sebutan popular, “hot spot”.
W-LAN bukanlah mobile, tetapi dikembangkan untuk mendukung pengguna stasioner didalam sebuah area yang kecil (small reach), yaitu hanya beberapa ratus meter jaraknya dari centric access point, ini juga merupakan unsur inti pada setiap W-LAN. Akan tetapi W-LAN dapat juga mendukung para pemakai mobile, dengan melakukan akses didaerah-daerah tertentu atau disebut dengan hot spot. Walaupun hot spot masih ditemukan hanya pada tempat dengan konsentrasi pemakaian tinggi, seperti hall/aula konferensi, ruang bersantai pelabuhan udara, hotel atau café. Namun hal ini justru memudahkan para professional yang membutuhkan dukungan konektifitas akses internet selagi tengah berada di luar kantor. Mereka yang tidak berada dalam jangkauan jaringan (wired maupun wireless intranet), boleh menghubungkan ke internet via publik W-LAN dan memanfaatkan kecepatan data yang tinggi.
Satu akses point bisa menangani banyak client dengan beberapa aplikasi. Akses point mempunyai jarak yang terbatas, yaitu 500 feet (150 m) dalam ruangan dan 1000 feet (300 m) di luar ruangan. Pada tempat yang luas dibutuhkan lebih dari satu akses point. Posisi akses point disesuaikan dengan lokasi, artinya melingkupi semua area dalam lokasi yang diinginkan, sehingga hubungan client dengan jaringan tidak akan terputus. Kemampuan jaringan untuk bergerak dari cakupan akses point satu ke lainnya disebut roaming. Ketika terjadi roaming, level daya pancar akan berubah dan kualitas sinyal juga akan berbeda. Akan tetapi, semakin baik performansi jaringan maka semua akibat dari psoses perpindahan itu tidak akan dirasakan oleh client.
Teknologi Wireless Data
Kehadiran teknologi wireless ditengah perkembangan teknologi komunikasi mendapat perrhatian besar dari para operator di dunia. Pada mulanya teknologi ini hanya bersifat elementer disamping jaringan tembaga, tetapi karakteristik wireless yang fleksibel menjadikannya sebagai salah satu teknologi utama yang diaplikasikan dalam jaringan telekomunikasi. Kondisi ini menciptakan peluang besar bagi para vendor dan supplier untuk membangun industri wireless secara besar-besaran.
Penggunaan wireless LAN tidak mengurangi keuntungan yang kita peroleh dari aplikasi LAN dengan kabel. Konektifitas tidak mempengaruhi pemasangan. “Lokal Area” tidak lagi diukur dalam satuan kaki/meter tetapi mil/kilometer. Infrastruktur tidak lagi harus ditanam dibawah tanah atau tersembunyi dibalik dinding. Infrastrukturnya kini bisa berpindah dan berubah sesuai kecepatan pertumbuhan organisasi / perusahaan.
Standar Wireless LAN
Ketentuan-ketentuan mengenai LAN mempunyai standar yang telah diatur oleh IEEE 802. Dimana berdasarkan tingkatan OSI terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya IEEE 802.11 yang mengatur tentang Wireless LAN. Dalam perkembangannya standar IEEE 802.11 berkembang menjadi IEEE 802.11a, IEEE 802.11b, IEEE 802.11g. Masing-masing standar tersebut menggunakan aturan-aturan yang berbeda meskipun tidak terlalu mencolok. Kebanyakan produk dari wireless LAN menggunakan standar IEEE 802.11b.
Band Frekuensi
Standar IEEE 802.11b beroperasi pada band frekuensi 2,4 GHz ISM (industri science dan medical), yang mampu menyediakan 83 MHz spektrum dari semua traffic wireless yang ada. Pada standar IEEE 802.11b, karena beroperasi pada ISM band yang juga digunakan oleh banyak perangkat, maka akan mudah diganggu oleh peralatan yang bekerja pada frekuensi ISM, antara lain telepon dan microwave oven.
Data rate dan jangkauan
Standar IEEE 802.11a memiliki data rate maksimum 54 Mbps yang secara substansial dibandingkan dengan 11 Mbps pada IEEE 802.11b. Untuk komunikasi jarak jauh, kecepatan access p[oint pada kedua standar akan menurun. Untuk data yang disalurkan optimal dan jangkauan yang maksimum, IEEE 802.11b memiiliki skala rate pada 1; 2; 5.5; dan 11 Mbps.
Modulasi
Standar IEEE 802.11b menggunakan DS-SS (direct sequence spread spectrum) dimana skema enkodingnya menggunakan 3 non overlapping cahnnel.
Secara umum sistem LAN nirkabel ini mempunyai dua konfigurasi, yaitu :
• Konfigurasi Ad-hoc
• Konfigurasi infrastruktur (client – server)
Konfigurasi Wireless LAN
Gambar Konfigurasi hotspot Wireless Lan berbasis non seluler
Tahun 1997 lahir standar pertama, yang masih prematur dan dikenal dengan IEEE 802.11b atau disebut sebagai wireless fidelity (Wi-Fi). Standar untuk W-LAN ini beroperasi pada spektrum frekuensi 2,4 GHz. Karena pola operasinya terbatas pada spot tertentu, maka layanan ini mempunyai sebutan popular, “hot spot”.
W-LAN bukanlah mobile, tetapi dikembangkan untuk mendukung pengguna stasioner didalam sebuah area yang kecil (small reach), yaitu hanya beberapa ratus meter jaraknya dari centric access point, ini juga merupakan unsur inti pada setiap W-LAN. Akan tetapi W-LAN dapat juga mendukung para pemakai mobile, dengan melakukan akses didaerah-daerah tertentu atau disebut dengan hot spot. Walaupun hot spot masih ditemukan hanya pada tempat dengan konsentrasi pemakaian tinggi, seperti hall/aula konferensi, ruang bersantai pelabuhan udara, hotel atau café. Namun hal ini justru memudahkan para professional yang membutuhkan dukungan konektifitas akses internet selagi tengah berada di luar kantor. Mereka yang tidak berada dalam jangkauan jaringan (wired maupun wireless intranet), boleh menghubungkan ke internet via publik W-LAN dan memanfaatkan kecepatan data yang tinggi.
Satu akses point bisa menangani banyak client dengan beberapa aplikasi. Akses point mempunyai jarak yang terbatas, yaitu 500 feet (150 m) dalam ruangan dan 1000 feet (300 m) di luar ruangan. Pada tempat yang luas dibutuhkan lebih dari satu akses point. Posisi akses point disesuaikan dengan lokasi, artinya melingkupi semua area dalam lokasi yang diinginkan, sehingga hubungan client dengan jaringan tidak akan terputus. Kemampuan jaringan untuk bergerak dari cakupan akses point satu ke lainnya disebut roaming. Ketika terjadi roaming, level daya pancar akan berubah dan kualitas sinyal juga akan berbeda. Akan tetapi, semakin baik performansi jaringan maka semua akibat dari psoses perpindahan itu tidak akan dirasakan oleh client.
Teknologi Wireless Data
Kehadiran teknologi wireless ditengah perkembangan teknologi komunikasi mendapat perrhatian besar dari para operator di dunia. Pada mulanya teknologi ini hanya bersifat elementer disamping jaringan tembaga, tetapi karakteristik wireless yang fleksibel menjadikannya sebagai salah satu teknologi utama yang diaplikasikan dalam jaringan telekomunikasi. Kondisi ini menciptakan peluang besar bagi para vendor dan supplier untuk membangun industri wireless secara besar-besaran.
Penggunaan wireless LAN tidak mengurangi keuntungan yang kita peroleh dari aplikasi LAN dengan kabel. Konektifitas tidak mempengaruhi pemasangan. “Lokal Area” tidak lagi diukur dalam satuan kaki/meter tetapi mil/kilometer. Infrastruktur tidak lagi harus ditanam dibawah tanah atau tersembunyi dibalik dinding. Infrastrukturnya kini bisa berpindah dan berubah sesuai kecepatan pertumbuhan organisasi / perusahaan.
Standar Wireless LAN
Ketentuan-ketentuan mengenai LAN mempunyai standar yang telah diatur oleh IEEE 802. Dimana berdasarkan tingkatan OSI terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya IEEE 802.11 yang mengatur tentang Wireless LAN. Dalam perkembangannya standar IEEE 802.11 berkembang menjadi IEEE 802.11a, IEEE 802.11b, IEEE 802.11g. Masing-masing standar tersebut menggunakan aturan-aturan yang berbeda meskipun tidak terlalu mencolok. Kebanyakan produk dari wireless LAN menggunakan standar IEEE 802.11b.
Band Frekuensi
Standar IEEE 802.11b beroperasi pada band frekuensi 2,4 GHz ISM (industri science dan medical), yang mampu menyediakan 83 MHz spektrum dari semua traffic wireless yang ada. Pada standar IEEE 802.11b, karena beroperasi pada ISM band yang juga digunakan oleh banyak perangkat, maka akan mudah diganggu oleh peralatan yang bekerja pada frekuensi ISM, antara lain telepon dan microwave oven.
Data rate dan jangkauan
Standar IEEE 802.11a memiliki data rate maksimum 54 Mbps yang secara substansial dibandingkan dengan 11 Mbps pada IEEE 802.11b. Untuk komunikasi jarak jauh, kecepatan access p[oint pada kedua standar akan menurun. Untuk data yang disalurkan optimal dan jangkauan yang maksimum, IEEE 802.11b memiiliki skala rate pada 1; 2; 5.5; dan 11 Mbps.
Modulasi
Standar IEEE 802.11b menggunakan DS-SS (direct sequence spread spectrum) dimana skema enkodingnya menggunakan 3 non overlapping cahnnel.
Secara umum sistem LAN nirkabel ini mempunyai dua konfigurasi, yaitu :
• Konfigurasi Ad-hoc
• Konfigurasi infrastruktur (client – server)
Konfigurasi Wireless LAN
Gambar Konfigurasi hotspot Wireless Lan berbasis non seluler
Sistem PHS (Personal Handy-Phone System)
Personal Handy-Phone System (PHS) adalah salah satu standar
komunikasi cordless digital yang termasuk sistem komunikasi PCS
(Personal Communication System) dengan menggunakan teknologi wireless.
PHS didesain untuk menyediakan layanan voice dan multimedia baik untuk
indoor maupun outdoor. Konfigurasi jaringan PHS termasuk konfigurasi
mikrosel dengan diameter 100m sampai dengan 500m dan menngunakan re-use
frequency agar pemakaian bandwidth menjadi lebih hemat. Daya pancar pada
sistem ini termasuk rendah dengan ukuran handset relatif lebih kecil
dan hemat daya (100 jam stand by dan 4 jam waktu bicara). Sistem yang
digunakan untuk PHS dapat melakukan interworking dengan PSTN, ISDN, dan
teknologi mobile lainnya.
PHS memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Band frekuensi : 1895,150 – 1917,950 MHz
Carrier spacing : 300 kHz
Metode akses : TDMA-TDD
Jumlah time slot /RF : 4 time slot tiap RF
Modulasi : π/4 QPSK
Transmission rate : 384 kbps
Speech coder : 32 kbps / ADPCM
Output power (CS) : 10 mW – 500 mW
Output power (PS) : 10 mW or less
Konsep PHS (Personal Handy-Phone System)
• Hubungan komunikasi kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
• Pocket-sized portable terminal
• Dapat digunakan didalam rumah, kantor ataupun diluar (outdoor).
• Kapasitas tinggi
• Kualitas suara tinggi
• ISDN compatibility
• Low cost portable terminals and changes
• Memiliki service multimedia
Aplikasi Layanan pada PHS :
• Layanan Dasar
-Public Mode
-Using signal repeater (public mode)
-PBX mode
-Home cordless mode
-Transceiver mode
• Layanan tambahan
-Call forwarding
-Voice message services
-Call transfer
-Call waiting
-Three party
-Calling line identification
-DTMF sending
• Layanan lain-lain
-Berdasarkan fasilitas dari handset user atau PS (Personal Station)
Konfigurasi Sistem PHS
Gambar Konfigurasi sistem PHS
Teknologi Akses Radio PHS :
-Satu standar air interface untuk seluruh aplikasi (public, office, and home)
-Kapasitas tinggi dan menggunakan frekuensi 1,9 GHz dengan bentuk mikrosel
-Dynamic Channel Allocation (DCA)
.seluruh kanal yang dialokasikan dapat digunakan dalam setiap cell
.dimungkinkan penggunaan kanal yang sama (frekuensi dan time slot) untuk panggilan yang berbeda pada cell yang berdekatan
.performansi sistem lebih baik dibandingkan dengan fixed channel allocation (traffic capacities)
.keputusan untuk pemilihan kanal ditangani oleh handheld dan the base station control logic
-Compact PS dan CS dengan output power kecil
Konsep Kanal PHS
• Physical Channel :
a. Satu time slot frame TDMA merupakan satu kanal fisik.
b. Dalam 1 carrier RF terdapat 4 kanal fisik (ch 0 – 3)
• Logical Channel :
a. Tergantung dari jenis informasi yang ditransmisikan antara CS dan PS
b. Jenis informasinya adalah user data dan control signalling
c. Kanal logic ditumpangkan pada kanal fisik
Blok Diagram CS
Gambar Blok Diagram CS (Cell Station)
Dilihat dari besar daya pancar, CS dibagi menjadi tiga macam :
o CS 20 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 100 m
o CS 200 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 300 m
o CS 500 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 500 m
Blok Diagram PS
Gambar Blok Diagram PS (Personal Station)
PHS memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Band frekuensi : 1895,150 – 1917,950 MHz
Carrier spacing : 300 kHz
Metode akses : TDMA-TDD
Jumlah time slot /RF : 4 time slot tiap RF
Modulasi : π/4 QPSK
Transmission rate : 384 kbps
Speech coder : 32 kbps / ADPCM
Output power (CS) : 10 mW – 500 mW
Output power (PS) : 10 mW or less
Konsep PHS (Personal Handy-Phone System)
• Hubungan komunikasi kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
• Pocket-sized portable terminal
• Dapat digunakan didalam rumah, kantor ataupun diluar (outdoor).
• Kapasitas tinggi
• Kualitas suara tinggi
• ISDN compatibility
• Low cost portable terminals and changes
• Memiliki service multimedia
Aplikasi Layanan pada PHS :
• Layanan Dasar
-Public Mode
-Using signal repeater (public mode)
-PBX mode
-Home cordless mode
-Transceiver mode
• Layanan tambahan
-Call forwarding
-Voice message services
-Call transfer
-Call waiting
-Three party
-Calling line identification
-DTMF sending
• Layanan lain-lain
-Berdasarkan fasilitas dari handset user atau PS (Personal Station)
Konfigurasi Sistem PHS
Gambar Konfigurasi sistem PHS
Teknologi Akses Radio PHS :
-Satu standar air interface untuk seluruh aplikasi (public, office, and home)
-Kapasitas tinggi dan menggunakan frekuensi 1,9 GHz dengan bentuk mikrosel
-Dynamic Channel Allocation (DCA)
.seluruh kanal yang dialokasikan dapat digunakan dalam setiap cell
.dimungkinkan penggunaan kanal yang sama (frekuensi dan time slot) untuk panggilan yang berbeda pada cell yang berdekatan
.performansi sistem lebih baik dibandingkan dengan fixed channel allocation (traffic capacities)
.keputusan untuk pemilihan kanal ditangani oleh handheld dan the base station control logic
-Compact PS dan CS dengan output power kecil
Konsep Kanal PHS
• Physical Channel :
a. Satu time slot frame TDMA merupakan satu kanal fisik.
b. Dalam 1 carrier RF terdapat 4 kanal fisik (ch 0 – 3)
• Logical Channel :
a. Tergantung dari jenis informasi yang ditransmisikan antara CS dan PS
b. Jenis informasinya adalah user data dan control signalling
c. Kanal logic ditumpangkan pada kanal fisik
Blok Diagram CS
Gambar Blok Diagram CS (Cell Station)
Dilihat dari besar daya pancar, CS dibagi menjadi tiga macam :
o CS 20 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 100 m
o CS 200 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 300 m
o CS 500 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 500 m
Blok Diagram PS
Gambar Blok Diagram PS (Personal Station)
Sistem DECT (Digital Enhanced Cordless Telecommunication)
DECT adalah sebuah standar teknologi akses radio yang dikembangkan
dengan tujuan untuk menciptakan sebuah sistem yang dapat menyediakan
akses ke dalam berbagai jaringan telekomunikasi. Standar tersebut adalah
standar antarmuka udara yang menunjang interoperabilitas antar
perangkat dari berbagai pabrik. DECT merupakan teknologi akses radio
yang umum digunakan untuk telekomunikasi dengan jarak atau daerah
cakupan yang pendek antara 10 m sampai 5 km dengan kapasitas yang tinggi
tergantung dari aplikasi, konfigurasi dan lingkungannya. DECT dapat
diadaptasi untuk berbagai aplikasi cordless seperti komunikasi bergerak
terbatas, WLL, Cordless PBX dan lain-lain. Sistem DECT dapat
diimplementasikan dari sistem dengan single cell multi user hingga multi
cell multi user. Sebagai single cell multi user yaitu aplikasi untuk
daerah residensial, sedangkan multi cell multi user aplikasinya untuk
bisnis, publik, dan local loop. Standar DECT ditetapkan oleh ETSI, badan
standar telekomunikasi Eropa yang juga menetapkan standar ISDN di
Eropa. Standar ini memiliki beberapa kelebihan baik di pihak operator
maupun pada end user, antara lain dapat dengan mudah untuk diperluas
sesuai dengan bertambahnya jumlah user, tidak memerlukan perencanaan
frekuensi, mampu melayani daerah dengan kepadatan tinggi, sekitar 10000
user per km2, teknologi alternatif yang ekonomis untuk instalasi pada
jaringan local loop, mobilitas panggilan dimana user dapat bergerak pada
coverage area dan dapat mengadakan atau menerima panggilan, proteksi
terhadap penggunaan ilegal (terdapat prosedur autentifikasi), kualitas
suara yang baik.
DECT memiliki spesifikasi seperti di bawah ini :
Frekuensi : 1880 – 1900 MHz
Jumlah frekuensi pembawa : 10
Lebar pita per kanal RF : 1,728 MHz
Modulasi : GFSK
Metode Akses : MC-TDMA, 12 duplex slots/frame
Panjang frame : 10 milisec
Pengkodean suara : 32 kbps ADPCM
Basic duplexing : TDD (Time Division Duplex) dengan 2 slot pada RF carrier yang sama
Laju bit total : 1152 kbps
Laju bit per kanal bicara : 32 kbps B-field (trafik)
6,4 kbps A-field (control/signalling)
Daya pancar maksimum : 250 mWatt
Untuk layanan suara, DECT menggunakan teknik pengkodean Adaptive Diffential Pulse Code Modulation dengan laju bit 32 kbps. ADPCM mampu menekan laju bit tarnsmisi menjadi setengah dari laju bit transmisi sistem PCM dengan memodulasi selisih antara dua sinyal sampel sinyal PCM dengan jumlah bit yang lebih sedikit. Untuk layanan data seperti ISDN, sistem DECT akan berperan sebagai stasiun relay yang meneruskan informasi dari perangkat pelanggan ke sentral lokal dengan laju bit transmisi yang beragam.
DECT RLL merupakan keseluruhan segmen dari jaringan PTO (Public Telecommunication Operator) antara sentral lokal dengan NTP (Network Termination Point) di sisi pelanggan yang memberikan layanan dengan menggunakan media radio dengan standar DECT sebagai interface udaranya.
Secara logika, setiap sistem DECT dibangun oleh dua komponen, Fixed Part (FP) dan Portable Part (PP). Fixed Part terdiri dari satu atau lebih Radio Fixed Part (RFP), controller, dan perangkat pendukung lainnya. Portable Part (PP) adalah pelanggan yang dapat berbentuk terminal/handset DECT atau sebuah Cordless Terminal Adapter (CTA) yang disambungkan dengan terminal non-DECT, misalnya terminal ISDN atau pesawat telepon.
Gambar Konfigurasi jaringan WLL DECT
Salah satu ciri khas sistem DECT adalah tidak adanya bagian dari sistem yang menjalankan fungsi-fungsi switching. Fungsi-fungsi switching, routing serta charging dan billing dilakukan oleh sentral lokal atau Local Exchange. Standar DECT memungkinkan antarmuka udara diakses oleh berbagai perangkat dari manufaktur yang berbeda. Berikut ini adalah fungsi dari masing-masing perangkat pada gambar di atas:
• Local Exchange (LE) : menjalankan fungsi-fungsi switching, routing serta mengolah data-data pelanggan termasuk didalamnya charging dan billing.
• Controller : selain berfungsi untuk mengendalikan RFP, juga berfungsi sebagai penghubung antara Jarlokar dengan LE dan sebagai antarmuka dengan terminal OA&M.
• Radio Fixed Part : berfungsi sebagai base station. RFP memiliki kemampuan untuk menerima dan memancarkan sinyal informasi dan signalling dari dan ke CTA disamping mempertahankan hubungan radio.
• Cordless Terminal Adapter : memiliki kemampuan untuk mengakses antarmuka udara DECT dan dapat mendukung layanan ISDN.
Interface pada DECT :
-Interface antara LE dengan FP (I/F1), menghubungkan jaringan akses DECT dengan jaringan telepon publik (PSTN). Interface ini digunakan untuk membawa informasi antara controller dengan LE berdasarkan layanan yang diakses oleh pengguna RLL. Interface yang digunakan pada I/F1 yaitu dapat berupa saluran analog atau saluran digital 2Mbps misalnya V.5.1 atau V.5.2.
-Radio Interface (I/F3), interface udara yang digunakan untuk menghubungkan CTA dengan FP menggunakan standar DECT, dan disinilah dapat ditunjukkan karakteristik utama lapisan fisik dari sistem DECT. Interface ini digunakan untuk membawa informasi yang berhubungan dengan call control, manajemen radio resource, manajemen mobilitas, pesan OA&M.
-Interface antara CTA dengan terminal (I/F4), digunakan untuk membawa informasi sehingga dapat diakses sesuai dengan layanan yang digunakan. Menggunakan saluran analog 2 kawat pada frekuensi suara (voice).
-Interface OA&M, digunakan untuk membawa informasi yang berhubungan dengan konfiigurasi, unjuk kerja, dan manajemen sistem RLL. Untuk menghubungkan OA&M dengan FP menggunakan koneksi TCP/IP dengan V.24.
DECT memiliki spesifikasi seperti di bawah ini :
Frekuensi : 1880 – 1900 MHz
Jumlah frekuensi pembawa : 10
Lebar pita per kanal RF : 1,728 MHz
Modulasi : GFSK
Metode Akses : MC-TDMA, 12 duplex slots/frame
Panjang frame : 10 milisec
Pengkodean suara : 32 kbps ADPCM
Basic duplexing : TDD (Time Division Duplex) dengan 2 slot pada RF carrier yang sama
Laju bit total : 1152 kbps
Laju bit per kanal bicara : 32 kbps B-field (trafik)
6,4 kbps A-field (control/signalling)
Daya pancar maksimum : 250 mWatt
Untuk layanan suara, DECT menggunakan teknik pengkodean Adaptive Diffential Pulse Code Modulation dengan laju bit 32 kbps. ADPCM mampu menekan laju bit tarnsmisi menjadi setengah dari laju bit transmisi sistem PCM dengan memodulasi selisih antara dua sinyal sampel sinyal PCM dengan jumlah bit yang lebih sedikit. Untuk layanan data seperti ISDN, sistem DECT akan berperan sebagai stasiun relay yang meneruskan informasi dari perangkat pelanggan ke sentral lokal dengan laju bit transmisi yang beragam.
DECT RLL merupakan keseluruhan segmen dari jaringan PTO (Public Telecommunication Operator) antara sentral lokal dengan NTP (Network Termination Point) di sisi pelanggan yang memberikan layanan dengan menggunakan media radio dengan standar DECT sebagai interface udaranya.
Secara logika, setiap sistem DECT dibangun oleh dua komponen, Fixed Part (FP) dan Portable Part (PP). Fixed Part terdiri dari satu atau lebih Radio Fixed Part (RFP), controller, dan perangkat pendukung lainnya. Portable Part (PP) adalah pelanggan yang dapat berbentuk terminal/handset DECT atau sebuah Cordless Terminal Adapter (CTA) yang disambungkan dengan terminal non-DECT, misalnya terminal ISDN atau pesawat telepon.
Gambar Konfigurasi jaringan WLL DECT
Salah satu ciri khas sistem DECT adalah tidak adanya bagian dari sistem yang menjalankan fungsi-fungsi switching. Fungsi-fungsi switching, routing serta charging dan billing dilakukan oleh sentral lokal atau Local Exchange. Standar DECT memungkinkan antarmuka udara diakses oleh berbagai perangkat dari manufaktur yang berbeda. Berikut ini adalah fungsi dari masing-masing perangkat pada gambar di atas:
• Local Exchange (LE) : menjalankan fungsi-fungsi switching, routing serta mengolah data-data pelanggan termasuk didalamnya charging dan billing.
• Controller : selain berfungsi untuk mengendalikan RFP, juga berfungsi sebagai penghubung antara Jarlokar dengan LE dan sebagai antarmuka dengan terminal OA&M.
• Radio Fixed Part : berfungsi sebagai base station. RFP memiliki kemampuan untuk menerima dan memancarkan sinyal informasi dan signalling dari dan ke CTA disamping mempertahankan hubungan radio.
• Cordless Terminal Adapter : memiliki kemampuan untuk mengakses antarmuka udara DECT dan dapat mendukung layanan ISDN.
Interface pada DECT :
-Interface antara LE dengan FP (I/F1), menghubungkan jaringan akses DECT dengan jaringan telepon publik (PSTN). Interface ini digunakan untuk membawa informasi antara controller dengan LE berdasarkan layanan yang diakses oleh pengguna RLL. Interface yang digunakan pada I/F1 yaitu dapat berupa saluran analog atau saluran digital 2Mbps misalnya V.5.1 atau V.5.2.
-Radio Interface (I/F3), interface udara yang digunakan untuk menghubungkan CTA dengan FP menggunakan standar DECT, dan disinilah dapat ditunjukkan karakteristik utama lapisan fisik dari sistem DECT. Interface ini digunakan untuk membawa informasi yang berhubungan dengan call control, manajemen radio resource, manajemen mobilitas, pesan OA&M.
-Interface antara CTA dengan terminal (I/F4), digunakan untuk membawa informasi sehingga dapat diakses sesuai dengan layanan yang digunakan. Menggunakan saluran analog 2 kawat pada frekuensi suara (voice).
-Interface OA&M, digunakan untuk membawa informasi yang berhubungan dengan konfiigurasi, unjuk kerja, dan manajemen sistem RLL. Untuk menghubungkan OA&M dengan FP menggunakan koneksi TCP/IP dengan V.24.
Kapasitas Sistem CDMA2000 1x
Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah user yang bisa ditampung oleh
sebuah cell site dengan harga QoS/GOS yang memadai. Kapasitas dalam
sistem CDMA2000 1x akan sangat tergantung pada interferensi dalam sistem
itu sendiri. Penambahan jumlah user dalam sistem juga akan menambah
level interferensi dalam sistem. Setiap penambahan kapasitas atau
bertambahnya interferensi akan menurunkan kualitas sinyal suara dalam
batas tertentu. Sehingga bila kapasitas ditingkatkan maka akan
berpengaruh pada kualitas sinyal suara, jadi perlu diatur agar kualitas
tetap tinggi tanpa banyak mengurangi kapasitas. Dengan demikian terdapat
trade off antara kualitas dan kapasitas yang diakses. Fenomena ini
disebut dengan soft capacity. Soft capacity merupakan hal yang
menguntungkan terutama untuk menghindari dropp call pada saat terjadi
handoff.
Sistem CDMA menggunakan Universal Frequency Reuse, artinya bandwidth di share untuk semua sel sedangkan transmisinya akan dibedakan dengan suatu spreading sequence yang unik, dan dalam perencanaannya harus dipikirkan pula mengenai Multiple Access Inteference (MAI) yang berasal dari user dari sel-sel didekatnya. Teknik mengurangi multiple access interference dijabarkan sebagai gain kapasitas.
Beberapa parameter yang mempengaruhi kapasitas adalah sebagai berikut :
• Voice Activity
Sejak sistem CDMA menggunakan speech coding, maka MAI dapat dikurangi dengan deteksi voice activity sepanjang variable speech transmission. Teknik ini akan mengurangi rate dari speech coder saat periode silent/diam yang dideteksi dalam speech waveform. Voice activity juga menjadi keuntungan bagi sistem multiple access lainnya.
Normalnya, jika kita sedang melakukan percakapan di telepon, maka dalam suatu saat hanya ada satu orang saja yang berbicara. Fenomena ini dapat dimonitor pada sistem seluler. Oleh karena itu pada saat periode diam, power dapat dikurangi. Sehingga daya dapat dihemat dan pengaruh terhadap interferensi juga sedikit. Dengan begitu kapasitas sistem bisa dimaksimalkan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ternyata vioce activity sekitar 3/8 atau 25% saja dari percakapan yang dilakukan. Secara teori, voice activity dapat dimasukkan dalam persamaan Eb/No, yaitu sebagai berikut :
Dengan estimasi voice activity 3/8, maka akan dapat menaikkan kapasitas sebesar 8/3 kalinya.
• Sectored Cells
Sel sectoring juga merupakan metode yang cukup efektif untuk mengurangi MAI, karena setiap sektor menggunakan antena directional. Sektorisasi pada antena adalah pengarahan daya pancar antena BTS pada arah tertentu. Pengarahan antena ini bergantung dari kebutuhan. Sektorisasi dilakukan berdasarkan kepadatan trafik. Biasanya sektorisasi 60° dan 120°, untuk sektorisasi 60° maka pengarahan antena menuju enam arah dan sektorisasi 120° menuju tiga arah.
Macam-macam konfigurasi sel :
o Omni directional
o Sectoring 60°
o Sectoring 120°
Omnidirectional adalah pemancaran sinyal ke segala arah oleh sebuah BTS pada suatu sel.
Kelebihan : mudah diplikasikan
Kekurangan : kemungkinan terjadi interferensi lebih besar
Sektorisasi
60°: suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 6 daerah yang sama besar.
Kelebihan: kemungkinan interferensi kecil
Kekurangan: delay propagasi paling besar
120°: suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 3 daerah yang sama besar.
Kelebihan: delay propagasi lebih kecil
Kekurangan: interferensi lebih mungkin terjadi
• Handoff
Air interface pada sistem CDMA2000 1x menyediakan kemampuan untuk handoff baik untuk voice service mapun data service, dan juga untuk service yang di-handle oleh sistem IS-95 ke sistem IS-2000 ataupun sebaliknya dari IS-2000 ke sistem IS-95. Handoff adalah suatu peristiwa perpindahan kanal yang digunakan MS tanpa terjadinya pemutusan hubungan dan tanpa melalui campur tangan dari pemakai. Peristiwa handoff terjadi karena pergerakan MS keluar dari cakupan sel asal dan masuk cakupan sel baru.
Terdapat tiga macam handoff yang diterapkan pada sistem berbasis CDMA2000 1x:
1. Soft Handoff
Merupakan handoff yang terjadi antar sel dengan frekuensi pembawa yang sama, dimana MS memulai komunikasi dan membentuk hubungan dengan BTS yang baru terlebih dahulu sebelum memutuskan hubungan dengan BTS asal. Hubungan akan diputuskan jika proses penyambungan dengan BTS yang baru telah mantap untuk menghindari drop call. Metode pembentukan hubungan (kanal) baru terlebih dahulu sebelum memutus hubungan (kanal) lama ini dikenal dengan istilah make before break.
2. Softer Handoff
Handoff yang terjadi antar sektor dalam satu sel dengan frekuensi pembawa dan BTS ayang sama. Handoff ini juga berbasis pada metode make before break.
3. Hard Handoff
Tipe ini menggunakan metode break before make yang berarti harus terjadi pemutusan huubungan dengan kanal trafik lama sebelum terjadi hubungan baru. Hard handoff terjadi pada sistem dual mode dimana sistem akses radio CDMA2000 1x diopersasikan bersama-sama dengan sistem akses radio lainnya seperti CDMA IS-95 atau AMPS. Selain itu juga antara sektor atau sel dengan frekuensi pembawa yang berbeda.
Sistem CDMA menggunakan Universal Frequency Reuse, artinya bandwidth di share untuk semua sel sedangkan transmisinya akan dibedakan dengan suatu spreading sequence yang unik, dan dalam perencanaannya harus dipikirkan pula mengenai Multiple Access Inteference (MAI) yang berasal dari user dari sel-sel didekatnya. Teknik mengurangi multiple access interference dijabarkan sebagai gain kapasitas.
Beberapa parameter yang mempengaruhi kapasitas adalah sebagai berikut :
• Voice Activity
Sejak sistem CDMA menggunakan speech coding, maka MAI dapat dikurangi dengan deteksi voice activity sepanjang variable speech transmission. Teknik ini akan mengurangi rate dari speech coder saat periode silent/diam yang dideteksi dalam speech waveform. Voice activity juga menjadi keuntungan bagi sistem multiple access lainnya.
Normalnya, jika kita sedang melakukan percakapan di telepon, maka dalam suatu saat hanya ada satu orang saja yang berbicara. Fenomena ini dapat dimonitor pada sistem seluler. Oleh karena itu pada saat periode diam, power dapat dikurangi. Sehingga daya dapat dihemat dan pengaruh terhadap interferensi juga sedikit. Dengan begitu kapasitas sistem bisa dimaksimalkan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ternyata vioce activity sekitar 3/8 atau 25% saja dari percakapan yang dilakukan. Secara teori, voice activity dapat dimasukkan dalam persamaan Eb/No, yaitu sebagai berikut :
Dengan estimasi voice activity 3/8, maka akan dapat menaikkan kapasitas sebesar 8/3 kalinya.
• Sectored Cells
Sel sectoring juga merupakan metode yang cukup efektif untuk mengurangi MAI, karena setiap sektor menggunakan antena directional. Sektorisasi pada antena adalah pengarahan daya pancar antena BTS pada arah tertentu. Pengarahan antena ini bergantung dari kebutuhan. Sektorisasi dilakukan berdasarkan kepadatan trafik. Biasanya sektorisasi 60° dan 120°, untuk sektorisasi 60° maka pengarahan antena menuju enam arah dan sektorisasi 120° menuju tiga arah.
Macam-macam konfigurasi sel :
o Omni directional
o Sectoring 60°
o Sectoring 120°
Omnidirectional adalah pemancaran sinyal ke segala arah oleh sebuah BTS pada suatu sel.
Kelebihan : mudah diplikasikan
Kekurangan : kemungkinan terjadi interferensi lebih besar
Sektorisasi
60°: suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 6 daerah yang sama besar.
Kelebihan: kemungkinan interferensi kecil
Kekurangan: delay propagasi paling besar
120°: suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 3 daerah yang sama besar.
Kelebihan: delay propagasi lebih kecil
Kekurangan: interferensi lebih mungkin terjadi
• Handoff
Air interface pada sistem CDMA2000 1x menyediakan kemampuan untuk handoff baik untuk voice service mapun data service, dan juga untuk service yang di-handle oleh sistem IS-95 ke sistem IS-2000 ataupun sebaliknya dari IS-2000 ke sistem IS-95. Handoff adalah suatu peristiwa perpindahan kanal yang digunakan MS tanpa terjadinya pemutusan hubungan dan tanpa melalui campur tangan dari pemakai. Peristiwa handoff terjadi karena pergerakan MS keluar dari cakupan sel asal dan masuk cakupan sel baru.
Terdapat tiga macam handoff yang diterapkan pada sistem berbasis CDMA2000 1x:
1. Soft Handoff
Merupakan handoff yang terjadi antar sel dengan frekuensi pembawa yang sama, dimana MS memulai komunikasi dan membentuk hubungan dengan BTS yang baru terlebih dahulu sebelum memutuskan hubungan dengan BTS asal. Hubungan akan diputuskan jika proses penyambungan dengan BTS yang baru telah mantap untuk menghindari drop call. Metode pembentukan hubungan (kanal) baru terlebih dahulu sebelum memutus hubungan (kanal) lama ini dikenal dengan istilah make before break.
2. Softer Handoff
Handoff yang terjadi antar sektor dalam satu sel dengan frekuensi pembawa dan BTS ayang sama. Handoff ini juga berbasis pada metode make before break.
3. Hard Handoff
Tipe ini menggunakan metode break before make yang berarti harus terjadi pemutusan huubungan dengan kanal trafik lama sebelum terjadi hubungan baru. Hard handoff terjadi pada sistem dual mode dimana sistem akses radio CDMA2000 1x diopersasikan bersama-sama dengan sistem akses radio lainnya seperti CDMA IS-95 atau AMPS. Selain itu juga antara sektor atau sel dengan frekuensi pembawa yang berbeda.
Kontrol daya pada CDMA2000 1x
Pada sistem CDMA, karena semua user menggunakan bandwidth dan waktu
yang sama, maka terjadi interferensi antar user. Besarnya interferensi
dari seorang user dibanding dengan level daya terima pada BTS dari user
tersebut, sehingga bagi user yang lebih dekat ke BTS memberikan
kontribusi interferensi yang lebih besar bagi user lainnya, akibatnya
bagi user yang paling jauh dari BTS akan menerima interferensi paling
besar. Masalah ini disebut dengan near-far problem. Untuk mengatasi
near-far problem ini dilakukan kontrol daya, yakni pengendalian level
daya pancar MS oleh BTS untuk semua MS yang berbeda-beda jauhnya dari
BTS sedemikian rupa, sehingga level daya yang diterima pada BS sama
besar baik yang berasal dari MS yang lebih jauh maupun yang lebih dekat
ke BTS.
Kontrol daya pada CDMA2000 1x mempunyai bit rate 800 bps dan disebut kontrol daya cepat arah maju (fast forward link power control) untuk alokasi kontrol daya ke kanal trafik forward yang berbeda.
Kontrol daya pada CDMA2000 1x mempunyai bit rate 800 bps dan disebut kontrol daya cepat arah maju (fast forward link power control) untuk alokasi kontrol daya ke kanal trafik forward yang berbeda.
Sistem CDMA2000 1x
Definisi Teknik Multiple Access
Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik multiple access yang banyak diaplikasikan untuk seluler maupun fixed wireless. Konsep dasar dari teknik multiple access yaitu memungkinkan suatu titik dapat diakses oleh beberapa titik yang saling berjauhan dengan tidak saling mengganggu. Teknik multiple access mempunyai arti bagaimana suatu spektrum radio dibagi menjadi kanal-kanal dan bagaimana kanal-kanal tersebut dialokasikan untuk pelanggan sebanyak-banyaknya dalam satu sistem.
CDMA merupakan teknologi multiple access yang membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya menggunakan kode-kode khusus dalam lebar pita frekuensi yang ditentukan. Sistem CDMA merupakan pengembangan dari dua sistem multiple access sebelumnya. CDMA memiliki konsep multiple access yang berbeda dengan Time Division Multiple Access (TDMA) dan Frequency Division Multiple Access (FDMA) karena sistem ini memanfaatkan kode-kode digital yang spesifik untuk membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya.
CDMA memiliki beberapa keunggulan dibandingkan teknik multiple access lainnya, yaitu :
1. Memiliki pengaruh interferensi yang kecil antara sinyal yang satu dengan yang lainnya.
2. Memiliki tingkat kerahasiaan yang tinggi dimana hal ini berkaitan dengan proses acak pada teknik ini.
Konsep Dasar Sistem Spektral Tersebar
Code Division Multiple Access adalah teknik akses jamak yang didasarkan pada sistem komunikasi spektral tersebar, dimana masing-masing pengguna diberikan suatu kode tertentu yang akan membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya. Mulanya sistem ini dikembangkan pada kalangan militer karena kehandalannya dalam melawan derau yang tinggi, sifat anti jamming, dan kerahasiaan data yang tinggi.
Definisi Sistem Spektral Tersebar
Secara definitif, sistem komunikasi spektral tersebar merupakan suatu teknik modulasi dimana pengirim sinyal menduduki lebar pita frekuensi yang jauh lebih besar dari pada spektrum minimal yang dibutuhkan untuk menyalurkan suatu informasi. Konsep ini didasarkan pada teori C.E Shannon untuk kapasitas saluran, yaitu :
C = W log2 (1 + S/N)
Dimana : C = kapasitas kanal transmisi (bps)
W = lebar pita frekuensi transmisi (Hz)
N = daya derau (Watt)
S = daya sinyal (Watt)
Dari teori diatas terlihat bahwa untuk menyalurkan informasi yang lebih besar pada saluran ber-noise dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1. Dengan cara konvensional, dimana W kecil dan S/N besar.
2. Cara penyebaran spektrum, dimana W besar dan S/N kecil.
Pada sistem spektral tersebar sinyal informasi disebar pada pita frekuensi yang jauh lebih lebar dari pada lebar pita informasinya. Penyebaran ini dilakukan oleh suatu fungsi penebar yang bebas terhadap sinyal informasinya berupa sinyal acak semu (psedorandom) yang memiliki karakteristik spektral mirip derau (noise), disebut pseudorandom noise (PN code).
Ada beberapa teknik modulasi yang dapat digunakan untuk menghasilkan spektrum sinyal tersebar antara lain Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS) dimana sinyal pembawa informasi dikalikan secara langsung dengan sinyal penyebar yang berkecepatan tinggi, Frequency Hopping Spred Spectrum (FH-SS) dimana frekuensi pembawa sinyal informasi berubah-ubah sesuai dengan deretan kode yang diberikan dan akan konstan selama periode tertentu yang disebut T (periode chip). Time Hopping Spread Spectrum (TH-SS) dimana sinyal pembawa informasi tidak dikirimkan secara kontinu tetapi dikirimkan dalam bentuk short burst yang lamanya burst tergantung dari sinyal pengkodeannya, dan hybrid modulation yang merupakan gabungan dari dua atau lebih teknik modulasi di atas yang bertujuan untuk menggabungkan keunggulan masing-masing teknik. Teknik modulasi yang paling banyak dipakai saat ini, termasuk pada sistem CDMA2000 1x, adalah Direct Sequence Spread Spectrrum (DS-SS) karena realisasinya lebih sederhana dibandingkan teknik modulasi lainnya.
Pada DS-SS, sinyal pembawa didemodulasi secara langsung oleh data terkode yang merupakan deretan data yang telah dikodekan dengan deretan kode berkecepatan tinggi yang dibangkitkan oleh suatu Pseudo Random Generator (PRG) dan memiliki karakteristik random semu karena dapat diprediksi dan bersifat periodik. Sinyal yang telah tersebar ini kemudian dimodulasi dengan menggunakan teknik modulasi BPSK, QPSK, atau MSK. Pada sistem CDMA2000 1x digunakan teknik modulasi QPSK.
Gambar Blok pemancar DS-SS
Sedangkan pada sisi penerima, DS-SS terdiri dai tiga bagian utama yaitu demodulator, despreader dan blok sinkronisasi deret kode.
Gambar Blok Penerima DS-SS
Ketika sinkronisasi deret kode telah tercapai antara pengirim dan penerima (akuisisi dan code trackling loop telah berjalan sempurna), maka dilakukan proses despreading sinyal DS-SS. Dan dengan asumsi bahwa beda fasa pada frekuensi pembawa lokal antara pengirim dan penerima dapat dihilangkan dengan carrier recovery maka sinyal informasi yang sebenarnya akan dapat diperoleh kembali.
Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik multiple access yang banyak diaplikasikan untuk seluler maupun fixed wireless. Konsep dasar dari teknik multiple access yaitu memungkinkan suatu titik dapat diakses oleh beberapa titik yang saling berjauhan dengan tidak saling mengganggu. Teknik multiple access mempunyai arti bagaimana suatu spektrum radio dibagi menjadi kanal-kanal dan bagaimana kanal-kanal tersebut dialokasikan untuk pelanggan sebanyak-banyaknya dalam satu sistem.
CDMA merupakan teknologi multiple access yang membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya menggunakan kode-kode khusus dalam lebar pita frekuensi yang ditentukan. Sistem CDMA merupakan pengembangan dari dua sistem multiple access sebelumnya. CDMA memiliki konsep multiple access yang berbeda dengan Time Division Multiple Access (TDMA) dan Frequency Division Multiple Access (FDMA) karena sistem ini memanfaatkan kode-kode digital yang spesifik untuk membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya.
CDMA memiliki beberapa keunggulan dibandingkan teknik multiple access lainnya, yaitu :
1. Memiliki pengaruh interferensi yang kecil antara sinyal yang satu dengan yang lainnya.
2. Memiliki tingkat kerahasiaan yang tinggi dimana hal ini berkaitan dengan proses acak pada teknik ini.
Konsep Dasar Sistem Spektral Tersebar
Code Division Multiple Access adalah teknik akses jamak yang didasarkan pada sistem komunikasi spektral tersebar, dimana masing-masing pengguna diberikan suatu kode tertentu yang akan membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya. Mulanya sistem ini dikembangkan pada kalangan militer karena kehandalannya dalam melawan derau yang tinggi, sifat anti jamming, dan kerahasiaan data yang tinggi.
Definisi Sistem Spektral Tersebar
Secara definitif, sistem komunikasi spektral tersebar merupakan suatu teknik modulasi dimana pengirim sinyal menduduki lebar pita frekuensi yang jauh lebih besar dari pada spektrum minimal yang dibutuhkan untuk menyalurkan suatu informasi. Konsep ini didasarkan pada teori C.E Shannon untuk kapasitas saluran, yaitu :
C = W log2 (1 + S/N)
Dimana : C = kapasitas kanal transmisi (bps)
W = lebar pita frekuensi transmisi (Hz)
N = daya derau (Watt)
S = daya sinyal (Watt)
Dari teori diatas terlihat bahwa untuk menyalurkan informasi yang lebih besar pada saluran ber-noise dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1. Dengan cara konvensional, dimana W kecil dan S/N besar.
2. Cara penyebaran spektrum, dimana W besar dan S/N kecil.
Pada sistem spektral tersebar sinyal informasi disebar pada pita frekuensi yang jauh lebih lebar dari pada lebar pita informasinya. Penyebaran ini dilakukan oleh suatu fungsi penebar yang bebas terhadap sinyal informasinya berupa sinyal acak semu (psedorandom) yang memiliki karakteristik spektral mirip derau (noise), disebut pseudorandom noise (PN code).
Ada beberapa teknik modulasi yang dapat digunakan untuk menghasilkan spektrum sinyal tersebar antara lain Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS) dimana sinyal pembawa informasi dikalikan secara langsung dengan sinyal penyebar yang berkecepatan tinggi, Frequency Hopping Spred Spectrum (FH-SS) dimana frekuensi pembawa sinyal informasi berubah-ubah sesuai dengan deretan kode yang diberikan dan akan konstan selama periode tertentu yang disebut T (periode chip). Time Hopping Spread Spectrum (TH-SS) dimana sinyal pembawa informasi tidak dikirimkan secara kontinu tetapi dikirimkan dalam bentuk short burst yang lamanya burst tergantung dari sinyal pengkodeannya, dan hybrid modulation yang merupakan gabungan dari dua atau lebih teknik modulasi di atas yang bertujuan untuk menggabungkan keunggulan masing-masing teknik. Teknik modulasi yang paling banyak dipakai saat ini, termasuk pada sistem CDMA2000 1x, adalah Direct Sequence Spread Spectrrum (DS-SS) karena realisasinya lebih sederhana dibandingkan teknik modulasi lainnya.
Pada DS-SS, sinyal pembawa didemodulasi secara langsung oleh data terkode yang merupakan deretan data yang telah dikodekan dengan deretan kode berkecepatan tinggi yang dibangkitkan oleh suatu Pseudo Random Generator (PRG) dan memiliki karakteristik random semu karena dapat diprediksi dan bersifat periodik. Sinyal yang telah tersebar ini kemudian dimodulasi dengan menggunakan teknik modulasi BPSK, QPSK, atau MSK. Pada sistem CDMA2000 1x digunakan teknik modulasi QPSK.
Gambar Blok pemancar DS-SS
Sedangkan pada sisi penerima, DS-SS terdiri dai tiga bagian utama yaitu demodulator, despreader dan blok sinkronisasi deret kode.
Gambar Blok Penerima DS-SS
Ketika sinkronisasi deret kode telah tercapai antara pengirim dan penerima (akuisisi dan code trackling loop telah berjalan sempurna), maka dilakukan proses despreading sinyal DS-SS. Dan dengan asumsi bahwa beda fasa pada frekuensi pembawa lokal antara pengirim dan penerima dapat dihilangkan dengan carrier recovery maka sinyal informasi yang sebenarnya akan dapat diperoleh kembali.
Juli 17, 2008
TRAFFIK PADA CDMA
Terdapat dua skenario blocking pada base station CDMA :
- Jika terdapat banyak kanal pada base station, namun karena terdapat banyak pengguna pada cell yang sama, penambahan level interferensi mengakibatkan interferensi berada diatas threshold. Panggilan akan ditolak, dan hal ini disebut skenario soft blocking.
- Jika panggilan mungkin memiliki kualitas yang baik tetapi tidak terdapat kanal pada base station. Panggilan ditolak dan hal ini disebut skenario hard blocking
Beberapa asumsi yang digunakan pada soft blocking :
1. Jumlah user M konstan
2. Kontrol daya sempurna
3. Setiap pengguna memiliki E/I yang sama
Interferensi total soft blocking :
Itotal = MEbR (1 + η) + N
dimana :
M = jumlah pengguna dalam sel
Eb = energi per bit
R = data rate base band
N = thermal noise
η = loading factor
Kondisi agar tidak terjadi soft blocking adalah (Itotal ≥ MEbR (1 + η) + N)Dan
r = N / I total
Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan Trafik CDMA
1. BHCA per Subscriber (Call/BH/subs)
2. Call Holding Time per Subscriber (second)
3. Average Throughput per Subscriber at Busy Hour (kbytes/BH/subs)
4. Voice Activity secara umum :voice = 0,4 dan data= 1
Penetrasi Layanan
Kebutuhan Trafik Suara
Untuk menghitung kebutuhan trafik bagi setiap pelanggan akan layanan suara digunakan rumus :
Dimana :
. BHCA = rata-rata usaha yang dilakukan oleh pelanggan untuk melakukan panggilan selama jam sibuk (call/BH/subs)
. Call duration = rata-rata lamanya sebuah panggilan (second)
. Activity Factor = rata-rata waktu efektif yang digunakan untuk melakukan suatu pembicaraan.
Offered Traffic seluruh net user layanan suara n ( ∑ A) adalah :
∑ A = ∑ p x Asubs
∑ p = jumlah pengguna pada area layanan
Offered traffic voice = n kanal x 9,6 kbps/kanal
Kebutuhan Traffic Data
∑ Offered Trafficdata =
Sehingga Total Offered Traffic CDMA
Total Offfered Traffic = Offered Trafficdata real + Offered Trafficvoice
Offered Traffic data real = ∑ Offered traffic data + (B x ∑ Offered Traffic data)
B = Blocking
Perhitungan Total Offered Traffic per Site
Dengan data rate 9,6 kbps/kanal, maka offered traffic yang dapat diakomodasi oleh satu frekuensi pembawa dalam satu sektor adalah :
Total Offered Trafficsektor = N x Data rate (bps/sector)
Jika dalam perencanaan ini digunakan sistem antena three sectoral dengan sectot gain sebesar 2,64 , maka total offered traffic per site adalah :
Total Offered Trafficsite = Total Offered Trafficsector x 2,64 (bps/site)
- Jika terdapat banyak kanal pada base station, namun karena terdapat banyak pengguna pada cell yang sama, penambahan level interferensi mengakibatkan interferensi berada diatas threshold. Panggilan akan ditolak, dan hal ini disebut skenario soft blocking.
- Jika panggilan mungkin memiliki kualitas yang baik tetapi tidak terdapat kanal pada base station. Panggilan ditolak dan hal ini disebut skenario hard blocking
Beberapa asumsi yang digunakan pada soft blocking :
1. Jumlah user M konstan
2. Kontrol daya sempurna
3. Setiap pengguna memiliki E/I yang sama
Interferensi total soft blocking :
Itotal = MEbR (1 + η) + N
dimana :
M = jumlah pengguna dalam sel
Eb = energi per bit
R = data rate base band
N = thermal noise
η = loading factor
Kondisi agar tidak terjadi soft blocking adalah (Itotal ≥ MEbR (1 + η) + N)Dan
r = N / I total
Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan Trafik CDMA
1. BHCA per Subscriber (Call/BH/subs)
2. Call Holding Time per Subscriber (second)
3. Average Throughput per Subscriber at Busy Hour (kbytes/BH/subs)
4. Voice Activity secara umum :voice = 0,4 dan data= 1
Penetrasi Layanan
Kebutuhan Trafik Suara
Untuk menghitung kebutuhan trafik bagi setiap pelanggan akan layanan suara digunakan rumus :
Dimana :
. BHCA = rata-rata usaha yang dilakukan oleh pelanggan untuk melakukan panggilan selama jam sibuk (call/BH/subs)
. Call duration = rata-rata lamanya sebuah panggilan (second)
. Activity Factor = rata-rata waktu efektif yang digunakan untuk melakukan suatu pembicaraan.
Offered Traffic seluruh net user layanan suara n ( ∑ A) adalah :
∑ A = ∑ p x Asubs
∑ p = jumlah pengguna pada area layanan
Offered traffic voice = n kanal x 9,6 kbps/kanal
Kebutuhan Traffic Data
∑ Offered Trafficdata =
Sehingga Total Offered Traffic CDMA
Total Offfered Traffic = Offered Trafficdata real + Offered Trafficvoice
Offered Traffic data real = ∑ Offered traffic data + (B x ∑ Offered Traffic data)
B = Blocking
Perhitungan Total Offered Traffic per Site
Dengan data rate 9,6 kbps/kanal, maka offered traffic yang dapat diakomodasi oleh satu frekuensi pembawa dalam satu sektor adalah :
Total Offered Trafficsektor = N x Data rate (bps/sector)
Jika dalam perencanaan ini digunakan sistem antena three sectoral dengan sectot gain sebesar 2,64 , maka total offered traffic per site adalah :
Total Offered Trafficsite = Total Offered Trafficsector x 2,64 (bps/site)
Juli 15, 2008
CDMA Handoff
Karena suatu telepon nirkabel yang berbasis CDMA dapat bergerak pada
waktu melakukan komunikasi melewati suatu sel ke sel lainnya, maka akan terjadi
suatu proses yang dinamakan handoff. Karakteristik sistem CDMA ini
mengijinkan suatu pengguna terkoneksikan ke dua atau lebih base station, hal ini
dapat terjadi karena sel dalam CDMA memungkinkan untuk menggunakan
frekuensi carrier yang sama. Oleh karena itu CDMA memiliki kemampuan dalam
mengadakan soft handoff. Soft handoff mengadakan suatu koneksi ke sel yang
baru sebelum hubungan dengan sel yang lama diputuskan. Dengan soft handoff ini
maka komunikasi yang dilakukan akan berjalan secara simultan tanpa ada suatu
waktu kosong. Soft handoff ini juga merupakan salah satu kelebihan yang sistem
CDMA dibandingkan sistem lainnya.
waktu melakukan komunikasi melewati suatu sel ke sel lainnya, maka akan terjadi
suatu proses yang dinamakan handoff. Karakteristik sistem CDMA ini
mengijinkan suatu pengguna terkoneksikan ke dua atau lebih base station, hal ini
dapat terjadi karena sel dalam CDMA memungkinkan untuk menggunakan
frekuensi carrier yang sama. Oleh karena itu CDMA memiliki kemampuan dalam
mengadakan soft handoff. Soft handoff mengadakan suatu koneksi ke sel yang
baru sebelum hubungan dengan sel yang lama diputuskan. Dengan soft handoff ini
maka komunikasi yang dilakukan akan berjalan secara simultan tanpa ada suatu
waktu kosong. Soft handoff ini juga merupakan salah satu kelebihan yang sistem
CDMA dibandingkan sistem lainnya.
Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS)
Prinsip utama dari FHSS ini adalah sinyal informasi yang ditransmisikan
akan disebar secara random ke beberapa frekuensi radio. Sinyal informasi tersebut
dilompatkan ke dalam suatu spektrum frekuensi, dimana spektrum tersebut sudah
dialokasikan menjadi beberapa channel yang diperuntukkan untuk frequency
hopping signal. Lompatan sinyal informasi tersebut dapat dilakukan secara
random ataupun menurut aturan tertentu. Formasi dari lompatan tersebut diatur
berdasarkan kode tertentu, yang dinamakan chipping code. Aturan chipping code
tersebut tergantung dari para pemakai dari FHSS, artinya chipping code itu
termasuk bagian dari encrypting signal.
Suatu spektrum atau rentang frekuensi akan disekat atau dibagi menjadi
channel-channel teralokasi yang akan digunakan untuk melompatkan sinyal
informasi dalam FHSS. Pembagian channel-channel tersebut didasarkan atas
interval yang besarnya tetap, sehingga sinyal informasi akan dilompatkan dari satu
frekuensi ke frekuensi lainnya dengan interval frekuensi yang tetap. Jarak interval
tersebut dipengaruhi lebar dari spektrum yang digunakan untuk FHSS dan juga
dipengaruhi oleh besarnya suatu sinyal informasi.
Lebar dari beberapa channel yang digunakan sebagai lompatan dalam
FHSS juga akan tergantung dari besarnya bandwidth dan input sinyal informasi.
Apabila input sinyal informasi mempunyai bandwidth yang besar, maka otomatis
lebar dari masing-masing channel sebagai tempat lompatannya juga akan besar,
begitu pula sebaliknya.
akan disebar secara random ke beberapa frekuensi radio. Sinyal informasi tersebut
dilompatkan ke dalam suatu spektrum frekuensi, dimana spektrum tersebut sudah
dialokasikan menjadi beberapa channel yang diperuntukkan untuk frequency
hopping signal. Lompatan sinyal informasi tersebut dapat dilakukan secara
random ataupun menurut aturan tertentu. Formasi dari lompatan tersebut diatur
berdasarkan kode tertentu, yang dinamakan chipping code. Aturan chipping code
tersebut tergantung dari para pemakai dari FHSS, artinya chipping code itu
termasuk bagian dari encrypting signal.
Suatu spektrum atau rentang frekuensi akan disekat atau dibagi menjadi
channel-channel teralokasi yang akan digunakan untuk melompatkan sinyal
informasi dalam FHSS. Pembagian channel-channel tersebut didasarkan atas
interval yang besarnya tetap, sehingga sinyal informasi akan dilompatkan dari satu
frekuensi ke frekuensi lainnya dengan interval frekuensi yang tetap. Jarak interval
tersebut dipengaruhi lebar dari spektrum yang digunakan untuk FHSS dan juga
dipengaruhi oleh besarnya suatu sinyal informasi.
Lebar dari beberapa channel yang digunakan sebagai lompatan dalam
FHSS juga akan tergantung dari besarnya bandwidth dan input sinyal informasi.
Apabila input sinyal informasi mempunyai bandwidth yang besar, maka otomatis
lebar dari masing-masing channel sebagai tempat lompatannya juga akan besar,
begitu pula sebaliknya.
Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS)
Prinsip dari DSSS ini adalah bahwa sinyal informasi akan diproses
bersamaan dengan bit-bit kode (spreading code), sehingga sinyal informasi asli
akan direpresentasikan dengan multiple bits yang akan ditransmisikan. Spreading
code akan menyebarkan sinyal yang ditransmisikan ke dalam band frekuensi yang
lebar. Salah satu teknik yang digunakan untuk mengkombinasikan informasi data
digital dengan spreading code adalah dengan menggunakan exclusive- OR.
Informasi data digital tersebut akan dipadukan dengan spreading code
menggunakan sistem operasi XOR. Algoritma ini bukannya satu-satunya
algoritma yang digunakan dalam DSSS.
bersamaan dengan bit-bit kode (spreading code), sehingga sinyal informasi asli
akan direpresentasikan dengan multiple bits yang akan ditransmisikan. Spreading
code akan menyebarkan sinyal yang ditransmisikan ke dalam band frekuensi yang
lebar. Salah satu teknik yang digunakan untuk mengkombinasikan informasi data
digital dengan spreading code adalah dengan menggunakan exclusive- OR.
Informasi data digital tersebut akan dipadukan dengan spreading code
menggunakan sistem operasi XOR. Algoritma ini bukannya satu-satunya
algoritma yang digunakan dalam DSSS.
Spread Spectrum
Spread spectrum pertama kali dipublikasikan pada sekitar tahun 1940, dan
berhasil dipatenkan pada tahun 1941. Aplikasi pertama dari spread spectrum
digunakan pada tahun 1950 untuk kepentingan militer. Pseudonoise sequence
yang digunakan sebagai kode dibangkitkan oleh pseudonoise generator. Pada
masa sekarang ini spread spectrum lebih banyak digunakan untuk berbagai
aplikasi komunikasi nirkabel.
Spread spectrum akan mengubah suatu bentuk sinyal yang sempit/
narrowband signal menjadi sinyal yang lebar / wideband signal. Spread spectrum
ini bertujuan agar sinyal informasi yang ditransmisikan sulit untuk ditangkap oleh
pihak-pihak yang tidak berkepentingan. (low probability of intercept). Dengan
menerapkan spread spectrum suatu sinyal akan memiliki kemampuan anti
jamming. Anti jamming yang dimaksud disini adalah bahwa sinyal informasi yang
ditransmisikan melalui media tertentu sulit untuk ditambahi atau dikurangi isinya
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Beberapa pengguna juga dapat menggunakan bandwidth secara bersamasama
dengan interferensi yang minimal apabila sinyal informasi tersebut disebar
dalam suatu spektrum yang lebar. Interferensi adalah suatu peristiwa dimana
sinyal informasi yang satu saling mempengaruhi sinyal informasi yang lain.
Interferensi pada suatu transmisi data harus diminimalkan karena interferensi
tersebut dapat merubah isi dari sinyal informasi yang ditransmisikan.
berhasil dipatenkan pada tahun 1941. Aplikasi pertama dari spread spectrum
digunakan pada tahun 1950 untuk kepentingan militer. Pseudonoise sequence
yang digunakan sebagai kode dibangkitkan oleh pseudonoise generator. Pada
masa sekarang ini spread spectrum lebih banyak digunakan untuk berbagai
aplikasi komunikasi nirkabel.
Spread spectrum akan mengubah suatu bentuk sinyal yang sempit/
narrowband signal menjadi sinyal yang lebar / wideband signal. Spread spectrum
ini bertujuan agar sinyal informasi yang ditransmisikan sulit untuk ditangkap oleh
pihak-pihak yang tidak berkepentingan. (low probability of intercept). Dengan
menerapkan spread spectrum suatu sinyal akan memiliki kemampuan anti
jamming. Anti jamming yang dimaksud disini adalah bahwa sinyal informasi yang
ditransmisikan melalui media tertentu sulit untuk ditambahi atau dikurangi isinya
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Beberapa pengguna juga dapat menggunakan bandwidth secara bersamasama
dengan interferensi yang minimal apabila sinyal informasi tersebut disebar
dalam suatu spektrum yang lebar. Interferensi adalah suatu peristiwa dimana
sinyal informasi yang satu saling mempengaruhi sinyal informasi yang lain.
Interferensi pada suatu transmisi data harus diminimalkan karena interferensi
tersebut dapat merubah isi dari sinyal informasi yang ditransmisikan.
Juli 14, 2008
Konfigurasi dan Spesifikasi MSC Telkom Flexi di Jakarta.
Jaringan Telkom Flexi Jakarta terdiri dari 3 MSC yaitu MSC KBB
(Kebayoran Baru) ,MSC SLP (Slipi), MSC KT (Kota). MSC KBB terdiri dari 5
BSC yaitu BSC KBB1, BSC KBB2, BSC JT1, BSC JT 2, dan BSC BOO. MSC SLP
terdiri dari 4 BSC yaitu BSC SLP1, BSC SLP 2, BSC KT2, dan BSC TAN.
Sedangkan MSC Kota yang dijadikan studi kasus dalam pelaksanaan
penelitian ini hanya memiliki satu BSC yaitu BSC Meulaboh-Aceh.
MSC yang dipakai Flexi adalah SDX-MSC II Samsung dengan kapasitas maksimum menampung 500.000 pelanggan dengan BHCA sebesar 1.250.000, trafik call yang bisa ditampung sebesar 38.500 Erlang, maka besar trafik setiap pelanggan adalah 77 mE. Sedangkan rata-rata holding time per pelanggan dalam satu jam adalah 1,848 menit. Holding time adalah waktu yang dibutuhkan pelanggan dalam melakukan panggilan.
Untuk MSC KBB yang memiliki 5 buah BSC, berarti kapasitas maksimum untuk 1 buah BSC adalah 100.000 pelanggan dengan besar trafik 7.700 Erlang. Untuk MSC SLP yang memiliki 4 BSC berarti jumlah pelanggan maksimum yang bisa ditampung adalah 125.000 pelanggan dengan besar trafik total 9.625 Erlang.
MSC yang dipakai Flexi adalah SDX-MSC II Samsung dengan kapasitas maksimum menampung 500.000 pelanggan dengan BHCA sebesar 1.250.000, trafik call yang bisa ditampung sebesar 38.500 Erlang, maka besar trafik setiap pelanggan adalah 77 mE. Sedangkan rata-rata holding time per pelanggan dalam satu jam adalah 1,848 menit. Holding time adalah waktu yang dibutuhkan pelanggan dalam melakukan panggilan.
Untuk MSC KBB yang memiliki 5 buah BSC, berarti kapasitas maksimum untuk 1 buah BSC adalah 100.000 pelanggan dengan besar trafik 7.700 Erlang. Untuk MSC SLP yang memiliki 4 BSC berarti jumlah pelanggan maksimum yang bisa ditampung adalah 125.000 pelanggan dengan besar trafik total 9.625 Erlang.
Juni 28, 2008
Drive-Test Untuk Optimisasi Jaringan CDMA
1.PENDAHULUAN
1.1 Proses Optimisasi
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk drivetest dalam suatu siklus jaringan
nirkabel, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.
Sebelum menginstalasi BS, hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah
melakukan pengukuran untuk mengevaluasi situs agar kita bisa menentukan lokasi yang
tepat untuk BTS. Secara umum proses ini terdiri dari pengiriman sinyal CW (yang belum
dimodulasi) dari situs yang sedang diuji tersebut dan mengukurnya dengan pesawat
penerima yang biasa digunakan untuk drivetest. Selanjutnya, optimasi dan verifikasi awaldilakukan untuk pengamatan awal cakupan RF-nya ketika sinyal carrier CDMA yang
sudah dimodulasi telah dinyalakan.
Langkah selanjutnya adalah fasa uji terima (acceptance-testing), yaitu setelah
jaringan sudah dialihkan dari vendor ke operator. Kriteria penerimaan ini bergantung
pada data yang terkumpul selama drivetest jaringan. Setelah operator mulai melakukan
layanan komersial, proses optimasi dan troubleshooting akan terus dilakukan selama
masa hidup jaringan sampai nanti situs sel baru dibangun untuk menambah kapasitas
jaringan atau cakupan geografis. Bagaimanapun juga, perubahan dalam jalur propagasi
sinyal akan terus berlanjut yang dikarenakan oleh penambahan gedung baru,
pertumbuhan pohon, perubahan lahan, dan penuaan/kerusakan alat. Selain itu, semakin
bertambahnya pelanggan dan peningkatan kanal trafik, jaringan CDMA perlu dioptimasi
ulang untuk menghitung peningkatan daya interferensi yang disebabkan peningkatan
trafik. Selain itu, cell breathing yang disebabkan oleh penggunan trafik yang bervariasisepanjang hari memerlukan optimasi jaringan yang berjalan untuk meyakinkan bahwakapasitas kanal masih cukup. Drivetest merupakan cara yang tepat untuk membantu
operator dengan mengukur cakupan RF dan interferensi yang mempengaruhi keseluruhan
kapasitas jaringan.
Optimasi merupakan langkah penting dalam siklus hidup suatu jaringan.
Keseluruhan proses optimasi diperlihatkan gambar 2 di bawah. Drivetest merupakan
langkah awal proses, dengan tujuan untuk mengumpulkan data pengukuran yang
berkaitan dengan lokasi user. Setelah data terkumpul sepanjang luas cakupan RF yang
diinginkan, maka data ini akan diproses pada suatu perangkat lunak tertentu. Setelah
masalah, penyebab dan solusi dapat diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukanpemecahan masalah tersebut. Gambar 2 menggambarkan bahwa optimasi merupakan
proses yang terus berjalan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan QoS, menjaga
pelanggan lama dan menarik pelanggan baru sambil mengembangkan kapasitas jaringan.
1.2. Prinsip Drivetest
Bagian ini menggambarkan konsep dasar drivetest. Baik operator ataupun vendor
pasti melakukan drivetest. Operator memerlukannya untuk mengoptimalkan kinerja
jaringannya, sementara sebuah situs sel baru dibangun, dan telah terjadi perubahan padalingkungan infrastruktur. Drivetest memungkinkan operator untuk melakukan optimasiyang terus berjalan. Umumnya, drivetest CDMA dilakukan dengan menghubungkan MS ke laptop. Pelanggan seluler dan PCS melihat kinerja layanan jaringan berdasarkan
cakupan jaringan dan kualitas panggilan. Perangkat drivetest menggunakan MS untuk
mensimulasikan masalah yang dialami pelanggan ketika akan/saat melakukan panggilan.
Sebagai contoh, jika panggilan pelanggan terputus ketika beroperasi di dalam obyek
bergerak pada suatu lokasi tertentu, maka perangkat drivetest harus mampu
mensimulasikan masalah ini.
Contoh lain masalah yang dialami pelanggan adalah panggilan yang diblokir
(kegagalan mendapatkan akses), kualitas suara yang buruk, dan cakupan area pelayanan
yang kurang. Sistem drivetest melakukan pengukuran, menyimpan data di computer, dan
menampilkan data menurut waktu dan tempat. Frame Erasure Rate (FER) adalah ukuran
pda MS yang megindikasikan kualitas sambungan.Beberapa tipe system drivetest yang tersedia –berbasis MS, berbasis receiver dankombinasi keduanya-. Gambar 3 menunjukkan system drivetest kombinasi antara MS dan receiver.
Sistem drivetest diterapkan dalam kendaraan dan dikemudikan sepanjang area cakupan
operator. Perhatikan Gambar 4.
1.3. Penyebab Masalah Pada Jaringan
Ada beberapa penyebab panggilan diblokir (kegagalan originasi), panggilan
terputus, dan FER yang buruk di antaranya dalah, cakupan RF yang buruk, polusi pilot,
kehilangan PN neighbour, masalah pengaturan search window, dan
pewaktuan/sinkronisasi yang salah. Tulisan ini menitikberatkan pada masalah yang
berkaitan dengan parameter RF tidak pada kapasitas sel, kapasitas backbone jaringan,
atau pada software pemrosesan panggilan.
Minimnya cakupan RF merupakan hal yang seringkali menyebabkan panggilan
gagal atau putus. Hal ini mungkin terjadi karena danya lubang pada cakupan (daya yang
rendah pada suatu cakupan di suatu jalan), atau bisa juga karena kualitas daya yang buruk pada daerah pinggir dari area cakupan. Polusi pilot adalah suatu kondisi di mana terlalubanyak munculnya sinyal pilot CDMA. Pilot tambahan ini akan menginterferensipanggilan pelanggan. Kondisi kehilangan PN Neighbour terjadi ketika MS menerimasinyal pilot dengan daya tinggi tetapi tampil di dalam daftar neighbour yang dimiliki MS.
Kemudian PN ini akan menginterferensi dan menyebabkan panggilan terputus dan FER
meningkat. Selain itu, panggilan terputus dapat disebabkan oleh pengaturan search
window. Dalam hal ini, MS tidak dapat mencari pilot yang sesuai dengan daftar neighbournya. Akhirnya, pewaktuan BS yang salah akan menyebabkan panggilan
terputus, karena system CDMA bergantung pada pewaktuan yang sinkron antar BS.
2. Konsep CDMA
2.1. Latar Belakang
Pemahaman konsep CDMA yang mendalam akan sangat membantu proses
pengukuran dan pengolahan data nantinya. Jaringan seluler dan PCS menggunakan
konsep air interface CDMA yang berdasarkan standar IS-95 dan J-Std008. Jika
dibandingkan dengan membagi-bagi panggilan suara ke setiap kanal frekuensi,
sebagaimana pada sistem FDMA, maka CDMA menggunakan format spread spectrum
yang menggunakan sinyal yang sudah dikodekan secara ortogonal yang menduduki
bandwidth spektrum 1.25 MHz. Perhatikan gambar 5.
Setiap kanal di dalam sebuah sinyal CDMA akan di-spread menggunakan kode
walsh, sebagaimana ditunjukkan gambar 6. Kode Walsh ini men-spread sinyal sepanjang
bandwidth sekitar 1.25 MHz. Hampir seluruh kode Walsh digunakan untuk kanal trafik
suara. Sementara kode lain digunakan untuk kanal pilot, paging dan sinkronisasi. Kanal paging (kode Walsh 1 sampai 7) digunakan oleh BS untuk memanggil MS. Pada konfigurasi jaringan umumnya, kode Walsh 1 digunakan untuk paging, sehingga kode 2
sampai 7 dapat digunakan untuk kanal trafik suara. Kanal sinkronisasi (kode Walsh 32)
digunakan untuk melakukan pewaktuan dengan MS. Perhatikan gambar 6.
Untuk memahami bagaimana sinyal pilot bekerja, kita perlu memahami tentang
Short Code. Langkah terakhir untuk membangkitkan sinyal CDMA dalam BS adalah
modulasi data dengan sebuah sekuen pseudo-random yang disebut dengan short code
(kode pendek). Kode ini identik untuk seluruh BS, dengan satu pengecualian. Setiap BS
memiliki versi delay fasa yang berbeda dari setiap kode yang sama. Hal ini diperlihatkandengan pergeseran waktu yang diukur dalam chip. (Satu chip sekitar 0,8 mikrodetik).
Perbedaan waktu dalam kode inilah mengidentifikasi setiap BS dengan unik. Perbedaan
waktu (time offset) ini pada dasarnya bertindak sebagai kode pewarna.
Kanal pilot (kode Walsh 0) merupakan versi dari kode pendek tersebut yang tidak
dapat dimodifikasi. Oleh karena itu identik untuk setiap BS, dnegan pengecualian pada
pewaktuan pada pembangkit kode pendek tersebut. Pergeseran/perbedaan pewaktuan
kanal pilot inilah yang mengidentifikasikan BS tertentu dari BS lain, dan sehingga
berkomunikasi dengan BS yang sudah ditentukan.
Perbedaan pewaktuan kanal pilot ini diekspresikan dengan „PN Offset“ yang
merujuk pada suatu waktu absolut. Sekuen kode ini berulang setiap 2 detik, yang
merupakan periode jam detik-genap pada GPS. Oleh karena itu, PN 0 mensejajarkan
dengan permulaan periode kode pendek itu, tepat pada jam GPS. PN 1 diberi pewaktuan
dengan 64 chip. PN 2 memiliki 128 chip lebih tinggi dari PN 0, dan seterusnya. PN
(Pseudo Noise) merupakan istilah yang terkait dengan teori spread spectrum. Ada sampai512 PN Offset yang unik yang disediakan untuk operator, meskipun hanya satu PN offset yang biasanya digunakan. Kumpulan PN-PN ini dikelompokkan dalam kelipatan integer dari sebuah nila ON yang dikenal dengan istilah PN Increment.
PN increment yang umumnya digunakan adalah 3, 4, 6. PN increment 3 berarti PN
0, PN 3, PN 6, dst, akan diperuntukkan bagi satu BS atau sektor BS di dalam suatu
jaringan. Setiap operator CDMA akan memilih nilai PN inkremen berdasarkan
kepadatan BS-nya. PN inkremen 3 akan menyediakan lebih banyak PN offset
dibandingkan dengan PN inkremen 6, dilihat dari pembagian antara 512 dengan PN
inkremen. Nilai PN ini mungkin akan digunakan di dalam jaringan yang sama, pada BS
yang teletak pada jarak yang cukup jauh dan antenanya diarahkan saling menjauh.
Nilai kanal pilot ini lah yang diukur oleh sistem drivetest berbasis receiver. Untuk
mengidentifikasi BS, receiver mengukur offset pewaktuan dari short code pada kanal
pilot. Receiver mendapatkan pewaktuan yang tepat ini dari sinyal referensi pulse-persecond yang didapat dari standar GPS Receiver. Beberapa contoh pilot BS akan
ditunjukkan nanti. MS juga dapat mengukur sinyal pilot. Hanya saja, pilot mana yang
dapat diukur MS bergantung pada jaringan yang terkait dengan neighbour list MS.
2.2. Pengukuran Sinyal Pilot
Sistem pengukuran drivetest memanfaatkan prinsip bahwa kanal pilot (kode walsh
0) akan terus mengirim secara kontinu dan mampu mengidentifikasi BS. Dengan
penelusuran pilot-pilot ini, pengguna dengan cepat dapat mengetahui cakupan RF dalam
suatu jaringan nirkabel. Gambar di bawah menampilkan level dari pilot-pilot terkuat yang diukur dengan receiver digital CDMA (yang tidak terukur terikat dengan suatu jaringan operator). Perhatikan bahwa PN offset ditunjukkan di domain horizontal pada batang grafik di bawah. PN ini menunjukkan BS atau sektor BS mana yang mengirimkan setiap sinyal pilot. Nilai di atas batangan grafik menunjukkan nilai Ec/Io dari setiap sinyal pilot. Ini merupakan ukuran amplitudo relatif setiap BS yang diterima receiver drivetest.
Gambar di bawah merupakan ilustrasi dari 4 BS terdekat dengan masing-masing
sinyal pilotnya pada gambar di atas. Gambaran ini sederhana tidak memperhitungkan
kemungkinan sektorisasi BTS yang biasanya dilakukan dalam setiap BTS. Perlu diingat
bahwa tidak selalu BS terdekat pasti menghasilkan level sinyal pilot terkuat yang dapat diterima receiver. Kondisi propagasi yang berbeda-beda yang sering terjadi sehingga memungkinkan sinyal yang lebih jauh dapat diterima pada level yang lebih tinggi. Drivetest berbasis receiver dapat membantu diagnosa fenomena seperti ini.
2.3. Definisi Ec dan Io
Tampilan sinyal pilot biasanya diukur dalam unit Ec, Io, atau Ec/Io, tergantung
metode pengukuran pilot pada drivetest apakah menggunakan receiver atau MS. Ec
meruapakan pengukuran kuat sinyal pilot yang diekspresikan dalam unit dBm. Sebagai
contoh, sinyal pilot memiliki nila Ec -50 dBm, -80 dBm, ataupun -100 dBm, tergantung
di mana peralatan drivetest terletak terhadap BS yang mengirimkan sinyal pilot tersebut.
Gambar di bawah mengilustrasikan setiap Ec BS hanya merupakan suatu porsi kecil dari
total daya di dalam kanal 1.25 Mhz.
Io adalah daya total yang terukur dalam suatu kanal CDMA 1.25 MHz. Ini sudah
termasuk seluruh 64 kode walsh dari setiap BS dab noise atau interferensi lainnya yang mungkin terdapat dalam kanal 1.25 MHz, dieksperesikan dalam dB. Nilai Io ini
membantu dalam perhitungan rasio antara level daya suatu BS dengan BS lainnya.
(definisi lain Ec/Io adalah perbandingan antara energi setiap chip terhadap spektral energi dari interferensi).
Pengukuran sinyal pilot dapat dilakukan dengan solusi drive-test dalam beberapa
cara, melalui receiver (independen terhadap jaringan) ataupun MS. Gambar 7
menunjukkan grafik pengukuran sinyal pilot pada receiver. Receiver mengukur semua
sinyal pilot, tanpa tergantung terhadap jaringan yang sedang melayani. Sebaliknya, hasil pengukuran drivetest berbasis MS akan berbeda. Masing-masing mode pengukuran
memiliki tujuan tersendiri dan keduanya dapat dikombinasikan
3. Pengukuran Drivetest berbasis MS
3.1. Konsep MS CDMA
Perangkat berbasis MS merupakan konfigurasi minimum yang dibutuhkan dalam
melakukan drivetest. Pengukuran umum seperti panggilan gagal ataupun terputus
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana performa jaringan dari sudut pandang
pelanggan. MS juga mampu mengukur FER untuk mendapatkan indikasi kualitas suatu
panggilan, dan medekodekan pesan layer 3 pada suatu proses panggilan untuk membantu
troubleshooting jaringan. Gambar 10 menunjukkan sistem drivetest berbasis MS
termasuk dengan GPS receiver untuk menentukan lokasi akurat suat peristiwa yang
dialami MS.
Oleh karena drivetest berbasis MS bergantung terhadap jaringan, sinyal pilot yang
ditampilkan hanyalah sinyal pilot yang diinstruksikan oleh operator jaringan untuk
diukur. Untuk memahami prinsip pengukuran sinyal pilot berbasis MS perhatikan gambar
11 berikut.
Sebuah MS mengkategorikan suatu pilot pada setiap BS (atau sektor BS) ke dalam
4 macam yaitu, aktif, kandidat, neighbor, dan sisa-sisa pilot lainnya disebut dengan
remainder. Kalau pada drivetest berbasis receiver, pilot remainder ini juga ditampikan pada grafik, di mana pilot-pilot ini biasanya merupakan sumber interferensi. Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 11, MS secara konstan berkomunikasi dengan banyak BS. Pilot aktif merepresentasikan bahwa BS itu sedang berkomunikasi dengan MS untuk melakukan suatu panggilan. Pilot kandidat menunjukkan bahwa BS itu sedang dalam proses transisi dari aktif menjadi non-aktif ataupun sebaliknya, bergantung apakah dayanya melebihi atau di bawah threshold yang didefinisikan oleh jaringan (Tadd atau Tdrop). Pilot neighbor mengindikasikan kumpulan BS yang potensial menjadi aktif.
Staf perencanaan pada operator biasanya memprogram agar jaringannya dapat mendownload
daftar pilot neighbor ini ke MS. Pilot ini biasanya menunjukkan BS-BS
terdekat yang melayani MS. Dengan demikian, daftar pilot neighbor ini pasti berubahubah
seiring MS berjalan di suatu area. Setiap sektor BS memiliki daftar neighbor yang
unik. Ketika suatu panggilan sedang dialihkan (hand-off) dari suatu sel ke sel lainnya (atau dari suatu sektor ke sektor lainnya tetapi masih satu sel), daftar neighbor ini berubah meliputi neighbor yang dari setiap sektor yang terlibat dalam proses hand-off.
Berikut adalah gambar tampilan 3 macam pilot dalam drivetest berbasis MS.
Pengukuran berbasis MS diperlukan untuk menaksir performa suatu jaringan dalam
suatu statistik panggilan seperti panggilan gagal atau terputus beserta lokasi kejadiannya.
Gambar 13 menunjukkan contoh statistik tersebut.
Pengukuran berbasis MS menunjukkan gejala suatu masalah pada jaringan, tetapi
tidak mampu menjelaskan masalah tersebut dengan baik. Sebagai contoh, kenapa
panggilan terputus kerap terjadi pada suatu lokasi tertentu? Untuk memahami penyebab
masalah pada air interface ini, dikembangkanlah sistem pengukuran berbasis receiver
oleh Agilent.
Oleh karena jaringan mengontrol perangkat MS sepenuhnya, pengukuran yang
dilakukan menjadi tidak valid dalam suatu kondisi tertentu. Pewaktuan buat MS biasanya diatur oleh jaringan menggunakan kanal sinkronisasi BS (kode walsh 32). Kesalahan pewaktuan pada BS akan menyebabkan rentetan kesalahan lainnya pada MS. Jaringan mjuga mengatur MS agar berkomunikasi dengan BS tertentu untuk mendapatkan suatu sinyal pilot, berdasarkan daftar neighbor yang dikirim MS melalui air interface dari BS.
BS yang tidak terdaftar dalam daftar neighbor yang ditentukan mungkin tidak
diukur oleh MS, meskipun BS-BS ini dapat menyebabkan interferensi, yang akan
mengakibatkan panggilan terputus.
Sebaliknya, pengukuran berbasis receiver independen terhadap jaringan. Sehingga
mereka mampu mengukur semua pilot (sampai 512) tidak tergantung pada daftar neigh
bor yang diberikan operator jaringan. Selain itu, sistem ini mampu melakukan
pengukuran pewaktuan yang absolut, yang sering menjadi penyebab masalah pada
jaringan.
4. Pengukuran Berbasis Receiver
Seringkali masalah yang timbul pada saat melakukan pengukuran berbasis MS
adalah sama. Oleh karena itu diperlukan solusi drivetest yang tidak bergantung pada
jaringan. Sistem ini didesain untuk mengatasi masalah ini. Oleh karena receiver
menggunakan GPS untuk mensinkronisasi pewaktuan, maka ia tidak perlu terikat dan
diatur oleh jaringan. Selain jumlah pilot yang bisa dideteksi sebanyak 512 tidak seperti pada MS.
Receiver tidak menggunakan kanal sinkronisasi BS untuk pewaktuannya seperti
pada MS. Ia menggunakan sistem GPS untuk mendapatkan satu pulse/detik yang
diperlukan untuk mengukur semua pilot yang terdeteksi pada input RF secara akurat.
GPS juga digunakan untuk mendapatkan lokasi untuk setiap pengukuran yang dilakukan
dalam bujur dan lintang.
4.1. Scanning Pilot CDMA
Gambar 15 menunjukkan salah satu tampilan pada pengukuran receiver. Bar yang
tertampil adalah N (user-defined dari 1-20)) pilot yang terbesar dayanya yang terukur
oleh receiver dimulai dari yang terbesar. Nilai PN offset dari pilot terdapat pada bawah bar. Sumbu Y dapat diatur untuk menampilkan Ec atau Ec/Io.
Perlu diingat bahwa receiver mendapatkan pewaktuannya dari sinyal 1 pulsa/detik
GPS. Pewaktuan receiver diselaraskan dengan eve-second clock dari GPS, yang merupakan sinyal pewaktuan yang serupa dengan yang digunakan oleh BS CDMA.
Untuk mengukur pilot dengan akurat, receiver perlu informasi PN inkremen untuk suatu
jaringan tertentu. PN inkremen merupakan cara pemberian jarak antar sinyal pilot yang
ditentukan oleh operator. PN inkremen 3 berarti PN0, PN3, PN6, dst, dapat digunakan
oleh operator. User harus memasukkan nilai PN inkremen ini pada GUI pengukuran
receiver.
4.2. Pengukuran Polusi Pilot
Bentuk interferensi lainnya pada jaringan CDMA adalah polusi pilot. Polusi pilot
adalah fenomena yang ditunjukkan dengan adanya lebih dari 3 pilot yang memiliki daya
yang sangat kuat. Rake receiver pada MS memiliki 3 “jari” yang digunakan untuk
mendemodulasi sampai dengan 3 pilot yang berbeda untuk proses soft hand-off, atau
untuk mendemodulasi sampai dengan 3 komponen multipath dari satu pilot yang sama,
sambil menjaga koneksi panggilan dalam kondisi daya sinyal yang diterima rendah
(kombinasi soft hand-off dan multipath juga dapat terjadi). Jika ada lebih dari 3 sinyal pilot yang diterima rake receiver pada satu waktu, maka proses soft-handoff akan tidak berjalan. Jika ada sampai 4 atau 5 pilot yang aktif maka akan mengakibatkan level Io yang berlebihan, dan pada akhirnya mengakibatkan Ec/Io yang buruk. Hal ini selanjutnya menyebabkan FER yang lebih tinggi dan berpotensi menyebabkan panggilan terputus yang sering terjadi.
Gambar 16 dan 17 menunjukkan jaringan dengan kondisi pilot yang baik (3 pilot
yang kuat dayanya) dan buruk (tujuh sampai delapan pilot yang tinggi dayanya). Polusi
pilot mudah diukurjika menggunakan sistem drivetest berbasis receiver, karena mampu
mengukur semua pilot yang ada. Polusi pilot sering berkaitan dengan missing neighbor.
Menggunakan sistem receiver sekaligus MS disertai software alarm akan membantu
pendeteksian masalah pada suatu durasi waktu yang pendek. Dengan demikian biaya
operasi dapat ditekan, dibandingkan hanya dengan menggunakan sistem berbasis MS
yang memerlukan banyak multiple port atau driver, termasuk SDM.
4.3. Pengukuran Pilot: Delay pewaktuan absolut
Oleh karena sistem CDMA sinkron dengan pewaktuan dari GPS, setiap terjadi error
pewaktuan pada BS dapat menyebabkan panggilan terputus. Gambar 18 menunjukkan
tampilan pilot Top N receiver dengan nilai pada bar merupakan waktu tunda dalam unit
chip. Satu chip sekitar 0,8 mikodetik (1 dibagi 1.25 Mchip/detik). Untuk mengukur
kesalahan pewaktuan pada BS, kendaraan drivetest harus terletak tidak jauh dari BS. Jika tidak, sistem tidak mampu membedakan antara kesalahan pewaktuan BS dengan delay
propagasi. Pengukuran delay pewaktuan juga mempunyai tujuan lain. Oleh karena delay
propagasi kurang lebih sebesar 6 chip tiap mil, dengan demikian delay yang terukur dapat digunakan untuk menentukan jarak antara MS dengan BS yang diukur. Sebagai contoh, jika delay yang terukur 62 chip maka diperkirakan BS terletak 62 mil dari MS, asumsi propagasinya LOS.
Seringkali, pilot dengan delay yang berlebihan tidak akan terdaftar dalam daftar
neighbor atau berada pada luar jangkauan search window dari MS (fenomena ini disebut
dengan missing neighbor list). Dengan receiver, sistem tidak hanya mampu mencari pilot neighbor yang menghilang, tapi juga menyediakan informasi delay pewaktuan yang
dengan cepat membantu menganalisa sumber masalah.
4.4. Pengukuran Pilot: Pengamatan Multipath
Sistem receiver juga mampu menagamati multipath dari suatu sinyal pilot.
Multipath termasuk komponen-komponen dari sinyal transmisi yang sama, yang
mengandung beberapa jalur propagasi dikarenakan pantulan bukit, gedung, refraksi,
absorpsi, dll. Karakteristik multipath perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan dengan
tepat pengaturan search window dari MS. Yang dimaksud dengan search window MS
adalah interval waktu sepanjang pencarian pilot yang dilakukan MS. Jika search window
terlalu lebar, MS akan banyak membuang waktu untuk mencoba mengkorelasikan daya
sinyal yang diterima dengan delay yang lama. Jika search window terlalu sempit, delay
pewaktuan sistem akan menyebabkan sinyal tidak dapat ditemukan.
Untuk mengatur search window yang sesuai dengan karakteristik multipath, sistem
receiver memperhitungkan parameter seperti delay spread, Ec (Ec/IO) agregat, dan Ec
(Ec/IO) agregat – puncak. Dengan menggunakan tampilan top N pada gambar 19, nilai
pengukuran yang diharapkan dapat ditampilkan. Hasil dari pengukuran propagasi pilot
BS ini merupakan sebuah sinyal yang terbentuk dari berbagai nilai maksimum dan
minimum.
Nilai maks bersesuaian dengan komponen multipath yang nantinya dapat digunakan
untuk rake receiver MS, termasuk dalam area yang lemah dayanya. Oleh karena itu,
search window MS perlu diatur untuk menangkap semua komponen multipath ini.
Sebagaimana diketahui bahwa delay absolut dihitung pada saat nilai tertinggi dari sinyal multipath (pada saat MS dekat dengan BS). Delay spread adalah ukuran durasi ketika energi spektrum komponen multipath yang signifikan pada sinyal multipath mengalami dispersi. Nilai delay spread dalam chip ditunjukkan pada setiap grafik batangan (bar).
4.5. Pengukuran CW
Dalam siklus hidup susatu jaringan,kita perlu mengevaluasi lokasi sel yang akan
dibangun untuk melihat apakah konstruksi lokasi sel cukup untuk menunjang cakupan
radio. Untuk melakukan evaluasi ini sebuah siggen dengan amplifier daya diperlukan
untuk mengirimkan sinyal CW (continuous wave) dari lokasi sel tersebut. Seringkali
siggen dan antena diposisikan pada sudut elevasi antena yang akurat menggunakan
forklift atau crane. Lalu receiver, dengan antena dan software lainnya, di-drive sepanjangarea sel tersebut. Receiver ini biasanya memang instrumen yang diperuntukkan untuk mengukur sinyal CW. Data yang dikumpulkan dieksport ke software pemetaan(mapinfo) dan dari sini hasil cakupan CW dapat dievaluasi.
Dengan sistem drivetest berbasis receiver, baik pengukuran CW dan drivetest
CDMA dapat dilakukan bahkan secara simultan, menggunakan perangkat keras yang
sama. Daya CW yang terukur adalah daya puncak dari sinyal yang ditransmisikan. Daya
CW berbeda dengan daya kanal, yang merupakan daya yang terintegrasi dalam suatu
bandwidth kanal yang telah ditentukan.
4.6. Pengukuran Daya Kanal
Sebagai contoh, jika bandwidth kanal diatur pada 1.25 MHz, fungsi pengukuran
daya kanal akan mengukur daya pada seluruh kanal CDMA. Atau, jika kita akan
mengukur sistem selular analog, maka bandwidth daya kanal diatur pada 30 KHz. Daya
kanal 1.25 MHz setara dengan nilai Io yang ditampilkan dalam tampilan panel depan
pilot virtual.
4.7. Tampilan Spectrum Analyzer untuk troubleshooting
Sistem drivetest receiver menggunakan kapabilitas spectrum analyzer yang sudah
terintegrasi untuk membantu optimasi dengan menganalisa domainfrekuensi. Gambar 21
di bawah merupakan tampilan spektrum dari seluruh pita downlik 1900 MHz PCS yang
meliputi rentang frekuensi 1930 – 1990 MHz pada receiver. Pita uplink dari 1850 – 1910 Mhz dapat juga dilihat.
4.8. Sistem MS dan Receiver yang terintegrasi
Sistem ini akan mebantu optimasi yang lebih akurat. Gambar 22 menunjukkan
bagaimana sistem ini mampu menentukan sumber dari masalah Air-interface jaringan. Di
mana MS menunjukkan gejala dari masalah yang terjadi, dan receiver menunjukkan
kenapa masalah itu terjadi.
Sebagai contoh, window untuk MS dapat mengukur persentase FER atau panggilan
terputus. FER yang tinggi dapat menyebabkan pelanggan mengalamai panggilan yang
terputus atau kualitas suara yang buruk. MS dapat mengukur pilot aktif dan neighbor,
sebgaimana ditunjukkan pada gambar, tetapi ini tidak tidak cukup untuk mencari lokasi
dari sumber masalah. Sebaliknya, receiver dapat mengukur seluruh pilot, dan
mengindikasikan bahwa PN 129 yang memiliki daya paling tinggi adalah tidak terdaftar
pada neighbor list MS. Oleh karena itu, missing neighbor ini dapat menyebabkan
interferensi yang besar pada MS, selanjutnya dapat menyebabkan seringnya panggilan
terputus dan FER tinggi. Dalam kasus ini, missing neighbor menjadi pilot yang paling
tinggi dayanya. Hal ini tidak dapat diidentifikasi hanya menggunakan MS.
Menggunakan solusi drivetest terintegrasi ini dapat mempercepat engineer
menyelesaikan masalah. Dengan tambahan alarm otomatis, pencarian sumber masalah
dapat dipermudah dan dipercepat. Pada akhirnya, pemrosesan data yang telah
dikumpulkan memungkinkan engineer mencari sumber masalah berdasarkan lokasi user
di peta.
5. Kesimpulan
Sistem drivetest membantu operator dan vendor dalam mengoptimalkan performa
jaringannya. Dengan melakukan pengukuran berbasis MS dan receiver, hasil pengukuran
dapat menjelaskan apa dan kenapa suatu masalah bisa terjadi. Dengan demikian, dapat
membantu mengurangi waktu, tenaga, biaya yang dibutuhkan untuk melakukan optimasi
jairngan.
0
komentar
Link ke posting ini
1.1 Proses Optimisasi
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk drivetest dalam suatu siklus jaringan
nirkabel, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.
Sebelum menginstalasi BS, hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah
melakukan pengukuran untuk mengevaluasi situs agar kita bisa menentukan lokasi yang
tepat untuk BTS. Secara umum proses ini terdiri dari pengiriman sinyal CW (yang belum
dimodulasi) dari situs yang sedang diuji tersebut dan mengukurnya dengan pesawat
penerima yang biasa digunakan untuk drivetest. Selanjutnya, optimasi dan verifikasi awaldilakukan untuk pengamatan awal cakupan RF-nya ketika sinyal carrier CDMA yang
sudah dimodulasi telah dinyalakan.
Langkah selanjutnya adalah fasa uji terima (acceptance-testing), yaitu setelah
jaringan sudah dialihkan dari vendor ke operator. Kriteria penerimaan ini bergantung
pada data yang terkumpul selama drivetest jaringan. Setelah operator mulai melakukan
layanan komersial, proses optimasi dan troubleshooting akan terus dilakukan selama
masa hidup jaringan sampai nanti situs sel baru dibangun untuk menambah kapasitas
jaringan atau cakupan geografis. Bagaimanapun juga, perubahan dalam jalur propagasi
sinyal akan terus berlanjut yang dikarenakan oleh penambahan gedung baru,
pertumbuhan pohon, perubahan lahan, dan penuaan/kerusakan alat. Selain itu, semakin
bertambahnya pelanggan dan peningkatan kanal trafik, jaringan CDMA perlu dioptimasi
ulang untuk menghitung peningkatan daya interferensi yang disebabkan peningkatan
trafik. Selain itu, cell breathing yang disebabkan oleh penggunan trafik yang bervariasisepanjang hari memerlukan optimasi jaringan yang berjalan untuk meyakinkan bahwakapasitas kanal masih cukup. Drivetest merupakan cara yang tepat untuk membantu
operator dengan mengukur cakupan RF dan interferensi yang mempengaruhi keseluruhan
kapasitas jaringan.
Optimasi merupakan langkah penting dalam siklus hidup suatu jaringan.
Keseluruhan proses optimasi diperlihatkan gambar 2 di bawah. Drivetest merupakan
langkah awal proses, dengan tujuan untuk mengumpulkan data pengukuran yang
berkaitan dengan lokasi user. Setelah data terkumpul sepanjang luas cakupan RF yang
diinginkan, maka data ini akan diproses pada suatu perangkat lunak tertentu. Setelah
masalah, penyebab dan solusi dapat diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukanpemecahan masalah tersebut. Gambar 2 menggambarkan bahwa optimasi merupakan
proses yang terus berjalan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan QoS, menjaga
pelanggan lama dan menarik pelanggan baru sambil mengembangkan kapasitas jaringan.
1.2. Prinsip Drivetest
Bagian ini menggambarkan konsep dasar drivetest. Baik operator ataupun vendor
pasti melakukan drivetest. Operator memerlukannya untuk mengoptimalkan kinerja
jaringannya, sementara sebuah situs sel baru dibangun, dan telah terjadi perubahan padalingkungan infrastruktur. Drivetest memungkinkan operator untuk melakukan optimasiyang terus berjalan. Umumnya, drivetest CDMA dilakukan dengan menghubungkan MS ke laptop. Pelanggan seluler dan PCS melihat kinerja layanan jaringan berdasarkan
cakupan jaringan dan kualitas panggilan. Perangkat drivetest menggunakan MS untuk
mensimulasikan masalah yang dialami pelanggan ketika akan/saat melakukan panggilan.
Sebagai contoh, jika panggilan pelanggan terputus ketika beroperasi di dalam obyek
bergerak pada suatu lokasi tertentu, maka perangkat drivetest harus mampu
mensimulasikan masalah ini.
Contoh lain masalah yang dialami pelanggan adalah panggilan yang diblokir
(kegagalan mendapatkan akses), kualitas suara yang buruk, dan cakupan area pelayanan
yang kurang. Sistem drivetest melakukan pengukuran, menyimpan data di computer, dan
menampilkan data menurut waktu dan tempat. Frame Erasure Rate (FER) adalah ukuran
pda MS yang megindikasikan kualitas sambungan.Beberapa tipe system drivetest yang tersedia –berbasis MS, berbasis receiver dankombinasi keduanya-. Gambar 3 menunjukkan system drivetest kombinasi antara MS dan receiver.
Sistem drivetest diterapkan dalam kendaraan dan dikemudikan sepanjang area cakupan
operator. Perhatikan Gambar 4.
1.3. Penyebab Masalah Pada Jaringan
Ada beberapa penyebab panggilan diblokir (kegagalan originasi), panggilan
terputus, dan FER yang buruk di antaranya dalah, cakupan RF yang buruk, polusi pilot,
kehilangan PN neighbour, masalah pengaturan search window, dan
pewaktuan/sinkronisasi yang salah. Tulisan ini menitikberatkan pada masalah yang
berkaitan dengan parameter RF tidak pada kapasitas sel, kapasitas backbone jaringan,
atau pada software pemrosesan panggilan.
Minimnya cakupan RF merupakan hal yang seringkali menyebabkan panggilan
gagal atau putus. Hal ini mungkin terjadi karena danya lubang pada cakupan (daya yang
rendah pada suatu cakupan di suatu jalan), atau bisa juga karena kualitas daya yang buruk pada daerah pinggir dari area cakupan. Polusi pilot adalah suatu kondisi di mana terlalubanyak munculnya sinyal pilot CDMA. Pilot tambahan ini akan menginterferensipanggilan pelanggan. Kondisi kehilangan PN Neighbour terjadi ketika MS menerimasinyal pilot dengan daya tinggi tetapi tampil di dalam daftar neighbour yang dimiliki MS.
Kemudian PN ini akan menginterferensi dan menyebabkan panggilan terputus dan FER
meningkat. Selain itu, panggilan terputus dapat disebabkan oleh pengaturan search
window. Dalam hal ini, MS tidak dapat mencari pilot yang sesuai dengan daftar neighbournya. Akhirnya, pewaktuan BS yang salah akan menyebabkan panggilan
terputus, karena system CDMA bergantung pada pewaktuan yang sinkron antar BS.
2. Konsep CDMA
2.1. Latar Belakang
Pemahaman konsep CDMA yang mendalam akan sangat membantu proses
pengukuran dan pengolahan data nantinya. Jaringan seluler dan PCS menggunakan
konsep air interface CDMA yang berdasarkan standar IS-95 dan J-Std008. Jika
dibandingkan dengan membagi-bagi panggilan suara ke setiap kanal frekuensi,
sebagaimana pada sistem FDMA, maka CDMA menggunakan format spread spectrum
yang menggunakan sinyal yang sudah dikodekan secara ortogonal yang menduduki
bandwidth spektrum 1.25 MHz. Perhatikan gambar 5.
Setiap kanal di dalam sebuah sinyal CDMA akan di-spread menggunakan kode
walsh, sebagaimana ditunjukkan gambar 6. Kode Walsh ini men-spread sinyal sepanjang
bandwidth sekitar 1.25 MHz. Hampir seluruh kode Walsh digunakan untuk kanal trafik
suara. Sementara kode lain digunakan untuk kanal pilot, paging dan sinkronisasi. Kanal paging (kode Walsh 1 sampai 7) digunakan oleh BS untuk memanggil MS. Pada konfigurasi jaringan umumnya, kode Walsh 1 digunakan untuk paging, sehingga kode 2
sampai 7 dapat digunakan untuk kanal trafik suara. Kanal sinkronisasi (kode Walsh 32)
digunakan untuk melakukan pewaktuan dengan MS. Perhatikan gambar 6.
Untuk memahami bagaimana sinyal pilot bekerja, kita perlu memahami tentang
Short Code. Langkah terakhir untuk membangkitkan sinyal CDMA dalam BS adalah
modulasi data dengan sebuah sekuen pseudo-random yang disebut dengan short code
(kode pendek). Kode ini identik untuk seluruh BS, dengan satu pengecualian. Setiap BS
memiliki versi delay fasa yang berbeda dari setiap kode yang sama. Hal ini diperlihatkandengan pergeseran waktu yang diukur dalam chip. (Satu chip sekitar 0,8 mikrodetik).
Perbedaan waktu dalam kode inilah mengidentifikasi setiap BS dengan unik. Perbedaan
waktu (time offset) ini pada dasarnya bertindak sebagai kode pewarna.
Kanal pilot (kode Walsh 0) merupakan versi dari kode pendek tersebut yang tidak
dapat dimodifikasi. Oleh karena itu identik untuk setiap BS, dnegan pengecualian pada
pewaktuan pada pembangkit kode pendek tersebut. Pergeseran/perbedaan pewaktuan
kanal pilot inilah yang mengidentifikasikan BS tertentu dari BS lain, dan sehingga
berkomunikasi dengan BS yang sudah ditentukan.
Perbedaan pewaktuan kanal pilot ini diekspresikan dengan „PN Offset“ yang
merujuk pada suatu waktu absolut. Sekuen kode ini berulang setiap 2 detik, yang
merupakan periode jam detik-genap pada GPS. Oleh karena itu, PN 0 mensejajarkan
dengan permulaan periode kode pendek itu, tepat pada jam GPS. PN 1 diberi pewaktuan
dengan 64 chip. PN 2 memiliki 128 chip lebih tinggi dari PN 0, dan seterusnya. PN
(Pseudo Noise) merupakan istilah yang terkait dengan teori spread spectrum. Ada sampai512 PN Offset yang unik yang disediakan untuk operator, meskipun hanya satu PN offset yang biasanya digunakan. Kumpulan PN-PN ini dikelompokkan dalam kelipatan integer dari sebuah nila ON yang dikenal dengan istilah PN Increment.
PN increment yang umumnya digunakan adalah 3, 4, 6. PN increment 3 berarti PN
0, PN 3, PN 6, dst, akan diperuntukkan bagi satu BS atau sektor BS di dalam suatu
jaringan. Setiap operator CDMA akan memilih nilai PN inkremen berdasarkan
kepadatan BS-nya. PN inkremen 3 akan menyediakan lebih banyak PN offset
dibandingkan dengan PN inkremen 6, dilihat dari pembagian antara 512 dengan PN
inkremen. Nilai PN ini mungkin akan digunakan di dalam jaringan yang sama, pada BS
yang teletak pada jarak yang cukup jauh dan antenanya diarahkan saling menjauh.
Nilai kanal pilot ini lah yang diukur oleh sistem drivetest berbasis receiver. Untuk
mengidentifikasi BS, receiver mengukur offset pewaktuan dari short code pada kanal
pilot. Receiver mendapatkan pewaktuan yang tepat ini dari sinyal referensi pulse-persecond yang didapat dari standar GPS Receiver. Beberapa contoh pilot BS akan
ditunjukkan nanti. MS juga dapat mengukur sinyal pilot. Hanya saja, pilot mana yang
dapat diukur MS bergantung pada jaringan yang terkait dengan neighbour list MS.
2.2. Pengukuran Sinyal Pilot
Sistem pengukuran drivetest memanfaatkan prinsip bahwa kanal pilot (kode walsh
0) akan terus mengirim secara kontinu dan mampu mengidentifikasi BS. Dengan
penelusuran pilot-pilot ini, pengguna dengan cepat dapat mengetahui cakupan RF dalam
suatu jaringan nirkabel. Gambar di bawah menampilkan level dari pilot-pilot terkuat yang diukur dengan receiver digital CDMA (yang tidak terukur terikat dengan suatu jaringan operator). Perhatikan bahwa PN offset ditunjukkan di domain horizontal pada batang grafik di bawah. PN ini menunjukkan BS atau sektor BS mana yang mengirimkan setiap sinyal pilot. Nilai di atas batangan grafik menunjukkan nilai Ec/Io dari setiap sinyal pilot. Ini merupakan ukuran amplitudo relatif setiap BS yang diterima receiver drivetest.
Gambar di bawah merupakan ilustrasi dari 4 BS terdekat dengan masing-masing
sinyal pilotnya pada gambar di atas. Gambaran ini sederhana tidak memperhitungkan
kemungkinan sektorisasi BTS yang biasanya dilakukan dalam setiap BTS. Perlu diingat
bahwa tidak selalu BS terdekat pasti menghasilkan level sinyal pilot terkuat yang dapat diterima receiver. Kondisi propagasi yang berbeda-beda yang sering terjadi sehingga memungkinkan sinyal yang lebih jauh dapat diterima pada level yang lebih tinggi. Drivetest berbasis receiver dapat membantu diagnosa fenomena seperti ini.
2.3. Definisi Ec dan Io
Tampilan sinyal pilot biasanya diukur dalam unit Ec, Io, atau Ec/Io, tergantung
metode pengukuran pilot pada drivetest apakah menggunakan receiver atau MS. Ec
meruapakan pengukuran kuat sinyal pilot yang diekspresikan dalam unit dBm. Sebagai
contoh, sinyal pilot memiliki nila Ec -50 dBm, -80 dBm, ataupun -100 dBm, tergantung
di mana peralatan drivetest terletak terhadap BS yang mengirimkan sinyal pilot tersebut.
Gambar di bawah mengilustrasikan setiap Ec BS hanya merupakan suatu porsi kecil dari
total daya di dalam kanal 1.25 Mhz.
Io adalah daya total yang terukur dalam suatu kanal CDMA 1.25 MHz. Ini sudah
termasuk seluruh 64 kode walsh dari setiap BS dab noise atau interferensi lainnya yang mungkin terdapat dalam kanal 1.25 MHz, dieksperesikan dalam dB. Nilai Io ini
membantu dalam perhitungan rasio antara level daya suatu BS dengan BS lainnya.
(definisi lain Ec/Io adalah perbandingan antara energi setiap chip terhadap spektral energi dari interferensi).
Pengukuran sinyal pilot dapat dilakukan dengan solusi drive-test dalam beberapa
cara, melalui receiver (independen terhadap jaringan) ataupun MS. Gambar 7
menunjukkan grafik pengukuran sinyal pilot pada receiver. Receiver mengukur semua
sinyal pilot, tanpa tergantung terhadap jaringan yang sedang melayani. Sebaliknya, hasil pengukuran drivetest berbasis MS akan berbeda. Masing-masing mode pengukuran
memiliki tujuan tersendiri dan keduanya dapat dikombinasikan
3. Pengukuran Drivetest berbasis MS
3.1. Konsep MS CDMA
Perangkat berbasis MS merupakan konfigurasi minimum yang dibutuhkan dalam
melakukan drivetest. Pengukuran umum seperti panggilan gagal ataupun terputus
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana performa jaringan dari sudut pandang
pelanggan. MS juga mampu mengukur FER untuk mendapatkan indikasi kualitas suatu
panggilan, dan medekodekan pesan layer 3 pada suatu proses panggilan untuk membantu
troubleshooting jaringan. Gambar 10 menunjukkan sistem drivetest berbasis MS
termasuk dengan GPS receiver untuk menentukan lokasi akurat suat peristiwa yang
dialami MS.
Oleh karena drivetest berbasis MS bergantung terhadap jaringan, sinyal pilot yang
ditampilkan hanyalah sinyal pilot yang diinstruksikan oleh operator jaringan untuk
diukur. Untuk memahami prinsip pengukuran sinyal pilot berbasis MS perhatikan gambar
11 berikut.
Sebuah MS mengkategorikan suatu pilot pada setiap BS (atau sektor BS) ke dalam
4 macam yaitu, aktif, kandidat, neighbor, dan sisa-sisa pilot lainnya disebut dengan
remainder. Kalau pada drivetest berbasis receiver, pilot remainder ini juga ditampikan pada grafik, di mana pilot-pilot ini biasanya merupakan sumber interferensi. Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 11, MS secara konstan berkomunikasi dengan banyak BS. Pilot aktif merepresentasikan bahwa BS itu sedang berkomunikasi dengan MS untuk melakukan suatu panggilan. Pilot kandidat menunjukkan bahwa BS itu sedang dalam proses transisi dari aktif menjadi non-aktif ataupun sebaliknya, bergantung apakah dayanya melebihi atau di bawah threshold yang didefinisikan oleh jaringan (Tadd atau Tdrop). Pilot neighbor mengindikasikan kumpulan BS yang potensial menjadi aktif.
Staf perencanaan pada operator biasanya memprogram agar jaringannya dapat mendownload
daftar pilot neighbor ini ke MS. Pilot ini biasanya menunjukkan BS-BS
terdekat yang melayani MS. Dengan demikian, daftar pilot neighbor ini pasti berubahubah
seiring MS berjalan di suatu area. Setiap sektor BS memiliki daftar neighbor yang
unik. Ketika suatu panggilan sedang dialihkan (hand-off) dari suatu sel ke sel lainnya (atau dari suatu sektor ke sektor lainnya tetapi masih satu sel), daftar neighbor ini berubah meliputi neighbor yang dari setiap sektor yang terlibat dalam proses hand-off.
Berikut adalah gambar tampilan 3 macam pilot dalam drivetest berbasis MS.
Pengukuran berbasis MS diperlukan untuk menaksir performa suatu jaringan dalam
suatu statistik panggilan seperti panggilan gagal atau terputus beserta lokasi kejadiannya.
Gambar 13 menunjukkan contoh statistik tersebut.
Pengukuran berbasis MS menunjukkan gejala suatu masalah pada jaringan, tetapi
tidak mampu menjelaskan masalah tersebut dengan baik. Sebagai contoh, kenapa
panggilan terputus kerap terjadi pada suatu lokasi tertentu? Untuk memahami penyebab
masalah pada air interface ini, dikembangkanlah sistem pengukuran berbasis receiver
oleh Agilent.
Oleh karena jaringan mengontrol perangkat MS sepenuhnya, pengukuran yang
dilakukan menjadi tidak valid dalam suatu kondisi tertentu. Pewaktuan buat MS biasanya diatur oleh jaringan menggunakan kanal sinkronisasi BS (kode walsh 32). Kesalahan pewaktuan pada BS akan menyebabkan rentetan kesalahan lainnya pada MS. Jaringan mjuga mengatur MS agar berkomunikasi dengan BS tertentu untuk mendapatkan suatu sinyal pilot, berdasarkan daftar neighbor yang dikirim MS melalui air interface dari BS.
BS yang tidak terdaftar dalam daftar neighbor yang ditentukan mungkin tidak
diukur oleh MS, meskipun BS-BS ini dapat menyebabkan interferensi, yang akan
mengakibatkan panggilan terputus.
Sebaliknya, pengukuran berbasis receiver independen terhadap jaringan. Sehingga
mereka mampu mengukur semua pilot (sampai 512) tidak tergantung pada daftar neigh
bor yang diberikan operator jaringan. Selain itu, sistem ini mampu melakukan
pengukuran pewaktuan yang absolut, yang sering menjadi penyebab masalah pada
jaringan.
4. Pengukuran Berbasis Receiver
Seringkali masalah yang timbul pada saat melakukan pengukuran berbasis MS
adalah sama. Oleh karena itu diperlukan solusi drivetest yang tidak bergantung pada
jaringan. Sistem ini didesain untuk mengatasi masalah ini. Oleh karena receiver
menggunakan GPS untuk mensinkronisasi pewaktuan, maka ia tidak perlu terikat dan
diatur oleh jaringan. Selain jumlah pilot yang bisa dideteksi sebanyak 512 tidak seperti pada MS.
Receiver tidak menggunakan kanal sinkronisasi BS untuk pewaktuannya seperti
pada MS. Ia menggunakan sistem GPS untuk mendapatkan satu pulse/detik yang
diperlukan untuk mengukur semua pilot yang terdeteksi pada input RF secara akurat.
GPS juga digunakan untuk mendapatkan lokasi untuk setiap pengukuran yang dilakukan
dalam bujur dan lintang.
4.1. Scanning Pilot CDMA
Gambar 15 menunjukkan salah satu tampilan pada pengukuran receiver. Bar yang
tertampil adalah N (user-defined dari 1-20)) pilot yang terbesar dayanya yang terukur
oleh receiver dimulai dari yang terbesar. Nilai PN offset dari pilot terdapat pada bawah bar. Sumbu Y dapat diatur untuk menampilkan Ec atau Ec/Io.
Perlu diingat bahwa receiver mendapatkan pewaktuannya dari sinyal 1 pulsa/detik
GPS. Pewaktuan receiver diselaraskan dengan eve-second clock dari GPS, yang merupakan sinyal pewaktuan yang serupa dengan yang digunakan oleh BS CDMA.
Untuk mengukur pilot dengan akurat, receiver perlu informasi PN inkremen untuk suatu
jaringan tertentu. PN inkremen merupakan cara pemberian jarak antar sinyal pilot yang
ditentukan oleh operator. PN inkremen 3 berarti PN0, PN3, PN6, dst, dapat digunakan
oleh operator. User harus memasukkan nilai PN inkremen ini pada GUI pengukuran
receiver.
4.2. Pengukuran Polusi Pilot
Bentuk interferensi lainnya pada jaringan CDMA adalah polusi pilot. Polusi pilot
adalah fenomena yang ditunjukkan dengan adanya lebih dari 3 pilot yang memiliki daya
yang sangat kuat. Rake receiver pada MS memiliki 3 “jari” yang digunakan untuk
mendemodulasi sampai dengan 3 pilot yang berbeda untuk proses soft hand-off, atau
untuk mendemodulasi sampai dengan 3 komponen multipath dari satu pilot yang sama,
sambil menjaga koneksi panggilan dalam kondisi daya sinyal yang diterima rendah
(kombinasi soft hand-off dan multipath juga dapat terjadi). Jika ada lebih dari 3 sinyal pilot yang diterima rake receiver pada satu waktu, maka proses soft-handoff akan tidak berjalan. Jika ada sampai 4 atau 5 pilot yang aktif maka akan mengakibatkan level Io yang berlebihan, dan pada akhirnya mengakibatkan Ec/Io yang buruk. Hal ini selanjutnya menyebabkan FER yang lebih tinggi dan berpotensi menyebabkan panggilan terputus yang sering terjadi.
Gambar 16 dan 17 menunjukkan jaringan dengan kondisi pilot yang baik (3 pilot
yang kuat dayanya) dan buruk (tujuh sampai delapan pilot yang tinggi dayanya). Polusi
pilot mudah diukurjika menggunakan sistem drivetest berbasis receiver, karena mampu
mengukur semua pilot yang ada. Polusi pilot sering berkaitan dengan missing neighbor.
Menggunakan sistem receiver sekaligus MS disertai software alarm akan membantu
pendeteksian masalah pada suatu durasi waktu yang pendek. Dengan demikian biaya
operasi dapat ditekan, dibandingkan hanya dengan menggunakan sistem berbasis MS
yang memerlukan banyak multiple port atau driver, termasuk SDM.
4.3. Pengukuran Pilot: Delay pewaktuan absolut
Oleh karena sistem CDMA sinkron dengan pewaktuan dari GPS, setiap terjadi error
pewaktuan pada BS dapat menyebabkan panggilan terputus. Gambar 18 menunjukkan
tampilan pilot Top N receiver dengan nilai pada bar merupakan waktu tunda dalam unit
chip. Satu chip sekitar 0,8 mikodetik (1 dibagi 1.25 Mchip/detik). Untuk mengukur
kesalahan pewaktuan pada BS, kendaraan drivetest harus terletak tidak jauh dari BS. Jika tidak, sistem tidak mampu membedakan antara kesalahan pewaktuan BS dengan delay
propagasi. Pengukuran delay pewaktuan juga mempunyai tujuan lain. Oleh karena delay
propagasi kurang lebih sebesar 6 chip tiap mil, dengan demikian delay yang terukur dapat digunakan untuk menentukan jarak antara MS dengan BS yang diukur. Sebagai contoh, jika delay yang terukur 62 chip maka diperkirakan BS terletak 62 mil dari MS, asumsi propagasinya LOS.
Seringkali, pilot dengan delay yang berlebihan tidak akan terdaftar dalam daftar
neighbor atau berada pada luar jangkauan search window dari MS (fenomena ini disebut
dengan missing neighbor list). Dengan receiver, sistem tidak hanya mampu mencari pilot neighbor yang menghilang, tapi juga menyediakan informasi delay pewaktuan yang
dengan cepat membantu menganalisa sumber masalah.
4.4. Pengukuran Pilot: Pengamatan Multipath
Sistem receiver juga mampu menagamati multipath dari suatu sinyal pilot.
Multipath termasuk komponen-komponen dari sinyal transmisi yang sama, yang
mengandung beberapa jalur propagasi dikarenakan pantulan bukit, gedung, refraksi,
absorpsi, dll. Karakteristik multipath perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan dengan
tepat pengaturan search window dari MS. Yang dimaksud dengan search window MS
adalah interval waktu sepanjang pencarian pilot yang dilakukan MS. Jika search window
terlalu lebar, MS akan banyak membuang waktu untuk mencoba mengkorelasikan daya
sinyal yang diterima dengan delay yang lama. Jika search window terlalu sempit, delay
pewaktuan sistem akan menyebabkan sinyal tidak dapat ditemukan.
Untuk mengatur search window yang sesuai dengan karakteristik multipath, sistem
receiver memperhitungkan parameter seperti delay spread, Ec (Ec/IO) agregat, dan Ec
(Ec/IO) agregat – puncak. Dengan menggunakan tampilan top N pada gambar 19, nilai
pengukuran yang diharapkan dapat ditampilkan. Hasil dari pengukuran propagasi pilot
BS ini merupakan sebuah sinyal yang terbentuk dari berbagai nilai maksimum dan
minimum.
Nilai maks bersesuaian dengan komponen multipath yang nantinya dapat digunakan
untuk rake receiver MS, termasuk dalam area yang lemah dayanya. Oleh karena itu,
search window MS perlu diatur untuk menangkap semua komponen multipath ini.
Sebagaimana diketahui bahwa delay absolut dihitung pada saat nilai tertinggi dari sinyal multipath (pada saat MS dekat dengan BS). Delay spread adalah ukuran durasi ketika energi spektrum komponen multipath yang signifikan pada sinyal multipath mengalami dispersi. Nilai delay spread dalam chip ditunjukkan pada setiap grafik batangan (bar).
4.5. Pengukuran CW
Dalam siklus hidup susatu jaringan,kita perlu mengevaluasi lokasi sel yang akan
dibangun untuk melihat apakah konstruksi lokasi sel cukup untuk menunjang cakupan
radio. Untuk melakukan evaluasi ini sebuah siggen dengan amplifier daya diperlukan
untuk mengirimkan sinyal CW (continuous wave) dari lokasi sel tersebut. Seringkali
siggen dan antena diposisikan pada sudut elevasi antena yang akurat menggunakan
forklift atau crane. Lalu receiver, dengan antena dan software lainnya, di-drive sepanjangarea sel tersebut. Receiver ini biasanya memang instrumen yang diperuntukkan untuk mengukur sinyal CW. Data yang dikumpulkan dieksport ke software pemetaan(mapinfo) dan dari sini hasil cakupan CW dapat dievaluasi.
Dengan sistem drivetest berbasis receiver, baik pengukuran CW dan drivetest
CDMA dapat dilakukan bahkan secara simultan, menggunakan perangkat keras yang
sama. Daya CW yang terukur adalah daya puncak dari sinyal yang ditransmisikan. Daya
CW berbeda dengan daya kanal, yang merupakan daya yang terintegrasi dalam suatu
bandwidth kanal yang telah ditentukan.
4.6. Pengukuran Daya Kanal
Sebagai contoh, jika bandwidth kanal diatur pada 1.25 MHz, fungsi pengukuran
daya kanal akan mengukur daya pada seluruh kanal CDMA. Atau, jika kita akan
mengukur sistem selular analog, maka bandwidth daya kanal diatur pada 30 KHz. Daya
kanal 1.25 MHz setara dengan nilai Io yang ditampilkan dalam tampilan panel depan
pilot virtual.
4.7. Tampilan Spectrum Analyzer untuk troubleshooting
Sistem drivetest receiver menggunakan kapabilitas spectrum analyzer yang sudah
terintegrasi untuk membantu optimasi dengan menganalisa domainfrekuensi. Gambar 21
di bawah merupakan tampilan spektrum dari seluruh pita downlik 1900 MHz PCS yang
meliputi rentang frekuensi 1930 – 1990 MHz pada receiver. Pita uplink dari 1850 – 1910 Mhz dapat juga dilihat.
4.8. Sistem MS dan Receiver yang terintegrasi
Sistem ini akan mebantu optimasi yang lebih akurat. Gambar 22 menunjukkan
bagaimana sistem ini mampu menentukan sumber dari masalah Air-interface jaringan. Di
mana MS menunjukkan gejala dari masalah yang terjadi, dan receiver menunjukkan
kenapa masalah itu terjadi.
Sebagai contoh, window untuk MS dapat mengukur persentase FER atau panggilan
terputus. FER yang tinggi dapat menyebabkan pelanggan mengalamai panggilan yang
terputus atau kualitas suara yang buruk. MS dapat mengukur pilot aktif dan neighbor,
sebgaimana ditunjukkan pada gambar, tetapi ini tidak tidak cukup untuk mencari lokasi
dari sumber masalah. Sebaliknya, receiver dapat mengukur seluruh pilot, dan
mengindikasikan bahwa PN 129 yang memiliki daya paling tinggi adalah tidak terdaftar
pada neighbor list MS. Oleh karena itu, missing neighbor ini dapat menyebabkan
interferensi yang besar pada MS, selanjutnya dapat menyebabkan seringnya panggilan
terputus dan FER tinggi. Dalam kasus ini, missing neighbor menjadi pilot yang paling
tinggi dayanya. Hal ini tidak dapat diidentifikasi hanya menggunakan MS.
Menggunakan solusi drivetest terintegrasi ini dapat mempercepat engineer
menyelesaikan masalah. Dengan tambahan alarm otomatis, pencarian sumber masalah
dapat dipermudah dan dipercepat. Pada akhirnya, pemrosesan data yang telah
dikumpulkan memungkinkan engineer mencari sumber masalah berdasarkan lokasi user
di peta.
5. Kesimpulan
Sistem drivetest membantu operator dan vendor dalam mengoptimalkan performa
jaringannya. Dengan melakukan pengukuran berbasis MS dan receiver, hasil pengukuran
dapat menjelaskan apa dan kenapa suatu masalah bisa terjadi. Dengan demikian, dapat
membantu mengurangi waktu, tenaga, biaya yang dibutuhkan untuk melakukan optimasi
jairngan.
0 komentar:
Posting Komentar